Sabtu, 14 Juli 2012

Keterlambatan Bicara Pada Anak


a.         Pengertian Bicara
Bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung (Pratiwi, 2008).
b.        Fisiologi Bicara
Terdapat dua hal yang terlibat dalam proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris yang  meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara. Di dalam otak terdapat tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat (Pratiwi, 2008).
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi (Pratiwi, 2008).
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Dalam proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting (Pratiwi, 2008).
c.          Penyebab Keterlambatan Bicara
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya (Judarwanto, 2010).
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat (Judarwanto, 2010).
Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional (Judarwanto, 2010).

d.        Faktor Resiko
Bayi dengan beberapa faktor resiko harus lebih diwaspadai dan dilakukan deteksi dini lebih cermat. Faktor resiko yang harus diwaspadai adalah
·  Bayi prematur terutama dengan kompolikasi sepsis, poerdarahan otak dan komplikasi lainnya
·  Bayi berat badan lahir rendah
·  Bayi dengan riwayat sering muntah (GER, diserta riwayat alergi dan hipersensitifitas makanan.
·  Bayi saat paska kelahiran dirawat di NICU dengan kuning sangat tinggi, terapi tranfusi tukar, gangguan kejang, peradarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih diwaspadai beresiko mengalami gangguan keterlambatan bicara
·  Saudara mengalami gangguan pendengaran
·  Infeksi kehamilan TORCH pada ibu hamil
(Judarwanto, 2010).
e.         Keterlambatan bicara Fungsional
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi terutama dermatitis atopi dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna adalah gejala berulang seperti meteorismus, flatus, muntah, konstipasi, diare atau berak darah. Lidah tampak timbal geographic tounge, drooling (sialore) atau halitosis. Seringkali disertai gangguan tidur malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam tidur, malam terbangun, brushing dan sebagainya (Judarwanto, 2010).
f.         Cara Membedakan berbagai keterlambatan bicara
Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab kesulitan berbicara (Judarwanto, 2010).
Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.
Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bula
n (Judarwanto, 2010).



Tabel 1. Tampilan klinis keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara nonfungsional
 4 – 6 BULAN
  • Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
  • Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
 8 – 10 BULAN
  •  Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
  • Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
  • 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
 12 – 15 BULAN
  •  12 bulan, belum menunjukkan mimik;
  • 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
  • 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
  • 15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”;
  • 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
  • 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
 18 – 24 BULAN
  •  18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian;
  • 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik
  • 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
  • 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
  • 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
  • 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
  • 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
 30 – 36 BULAN
  •  30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
  • 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
 3 – 4 TAHUN
  •  3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya;
  • 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”;
  • 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap
 (Judarwanto, 2010).

2 komentar:

Unknown mengatakan...

dapus dong

Rochima Ridha mengatakan...

Judarwanto, Widodo. 2010. Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan
Bahasa Pada Anak.

Smoga sedikit membantu :)

Posting Komentar