Anatomi dan fisiologi kesadaran
Lintasan
asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik
protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah
korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau
lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan asendens aspesifik yakni
formasioretikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan
menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat
kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus
intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh
permukaan otak.
Pada
manusia pusat kesadaran terdapat di daerah pons, formasio retikularis
daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi
dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS).
Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan
menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan
adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang
pada pokoknya berbeda.
Lintasan
spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke
satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens
aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke
seluruh korteks serebri.
Neuron-neuron
di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu
dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari
formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron
penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh
sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran. (Manthurio &
Nara, 1984)
Mekanisme kesadaran menurun pada kejang
Pada
kejang terjadi pelepasan muatan listrik yang tiba-tiba. Yang secara
primer melepaskan muatan listriknya adalah nuclei intralaminares thalami
yang dikenal juga sebagai inti centre cephalic. Inti tersebut merupakan
terminal dari lintasan ascendens aspesifik/lintasan ascenden
ekstralemiskal. Input korteks serebri melalui lintasan afferent
aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bila sama sekali tidak ada
input, maka timbul koma. Terjadi lepas muatan listrik dari intralaminar
thalami secara berlebihan. Perangsangan talamokortikol yang berlebihan
ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi
neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls afferent dari dunia luar
sehingga kesadaran hilang. (Mardjono & Sidharta, 2009)
1. Kejang tanpa demam
Kejang
adalah suatu keadaan di mana tubuh seseorang bergetar cepat tak terkendali.
Selama kejang, otot seseorang berkontraksi dan berelaksasi
berulang kali. Di
sini terjadi perubahan mendadak pada aktivitas elektrik korteks
serebri yang secara klinis bermanifestasi dalam bentuk perubahan kesadaran atau
gejala motorik, sensorik atau perilaku. (MedlinePlus,
2010)
Pada
kejang terjadi bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan
hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik. Kejang terjadi
akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang
sangat mudah terpicu (focus kejang) atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik sehingga mengganggu fungsi normal otak.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan
tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebri kemungkinan besar
bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya
tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, focus kejang memperlihatkan
beberapa fenomena biokimiawi:
Ø Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan
Ø Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk
melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan
Ø Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)
Ø Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan
asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
(Price & Wilson, 2005)
Saat
ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International
League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu:
I.
Kejang parsial (fokal, lokal)
A.
Kejang fokal sederhana
B.
Kejang parsial kompleks
C.
Kejang parsial yang menjadi umum
II.
Kejang umum
A. Absens
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III.
Tidak dapat diklasifikasi
(Nia
Karnia, 2007)
2.
Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala).
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ
otak dperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari
permukaan dalam adalah lipoid dn permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan
sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion
Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel,
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh
adanya:
1. Perubahan
konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan
yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang
pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai
patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:
1.
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
2.
Cepatnya kenaikan suhu.
3.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
4.
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi
darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
5.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya
dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri).
(Nia
Karnia, 2007)
B. Epilepsi
Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi (malfungsi)
otak secara intermitten sebagai kondisi kronis hasil dari lepas muatan listrik
abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai macam sebab selain
penyakit otak akut (unprovoked).
Epilepsi adalah sebuah sindrom, bukan suatu penyakit.
Keadaan ini bisa disebabkan oleh sebab apapun yang mempengaruhi korteks
cerebri. Epilepsi tidak selalu berciri kejang. Sebaliknya, kejang
tidak secara otomatis berarti epilepsi. (Sudomo & Harmaya,
2004)
Etiologi
Epilepsi
1.
Epilepsi idiopatik/esensial
tidak dapat dibuktikan adanya suatu lesi sentral.
2.
Epilepsi simtomatik/sekunder
terdapat kelainan serebrum yang mendorong terjadinya
respon kejang. Bisa disebabkan oleh cedera kepala (termasuk yang terjadi
sebelum dan setelah kelahiran), gangguan metabolik dan gizi (hipoglikemi,
fenilketonuria, defisiensi vitamin B6). factor toksik (intoksikasi
alcohol, putus obat-narkotik, uremia), ensefalitis, hipoksia, gangguan
sirkulasi, gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hiponatremia dan
hipokalsemia), dan neoplasma.
(Price & Wilson, 2005)
Klasifikasi
Epilepsi Menurut ILAE (International League Against Epilepsy)
1.
Bangkitan Epilepsi
a.
Bangkitan parsial
·
Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
Dengan gejala motorik, sensorik, otonom, dan psikis
·
Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan
kesadaran saat awal serangan
·
Serangan umum sederhana
- Parsial sederhana menjadi tonik-klonik
- Parsial kompleks menjadi tonik-klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi
tonik-klonik
b.
Bangkitan umum
·
Absans (Lena)
·
Mioklonik
·
Klonik
·
Tonik
·
Atonik (Astatik)
·
Tonik-klonik
c.
Tak tergolongkan
(sehubungan dengan data yang kurang lengkap).
2.
Sindrom Epilepsi
a) Berkaitan
dengan letak fokus
1. Idiopatik
- Epilepsi Rolandik benigna (childhood epilepsy with
centro temporal spike)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
2. Simptomatik
Lobus temporalis, frontalis, parietalis, oksipitalis
b) Umum
1. Idiopatik
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi Absans pada anak
- Epilepsi Absans pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga
- Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak
2. Simptomatik
- Sindroma West (spasmus infantil)
- Sindroma Lennox Gastaut
c) Berkaitan
dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)
- Serangan neonatal
d) Epilepsi yang
berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsia
- Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik, disebut refleks
epilepsi.
(Sunaryo, 2007)
0 komentar:
Posting Komentar