Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung memompa darah dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan atau kemampuan melakukan hal ini pada tekanan pengisian yang meningkat. Pada tahun 1989, terdapat 3 juta penderita gagal jantung di Amerika Serikat dan diperkirakan jumlahnya bertambah 400.000 orang setiap tahunnya. Namun, angka pasti jumlah penderita gagal jantung di Indonesia belum diketahui secara pasti. (Dorland, 2006; Panggabean, 2007)
Gagal jantung merupakan ekspresi dari final common pathway dengan berbagai etiologi berupa kardiomiopati
(dilatasi, hipertrofik, restriktif), penyakit katup jantung (mitral dan aorta),
hipertensi berat yang tak diobati, konsumsi alkohol dan obat-obatan, dan
lain-lain. Jadi, semua bentuk penyakit jantung (baik pada otot jantung,
pembuluh darah jantung, perikardial, kongenital, aritmia) dapat berakhir
menjadi gagal jantung. (Panggabean, 2007)
Berbagai
faktor etiologi dapat berperan menimbulkan gagal jantung yang kemudian
merangsang timbulnya mekanisme kompensasi dan jika mekanisme kompensasi ini
berlebihan, maka dapat menimbulkan gejala-gejala gagal jantung. Mekanisme
kompensasi jantung tersebut berupa:
1.
Mekanisme
Frank-Starling
Mekanisme
Frank-Starling berarti makin besar otot jantung diregangkan selama pengisian,
makin besar kekuatan kontraksi dan makin besar pula jumlah darah yang dipompa
ke dalam aorta atau arteri pulmonalis.
Kontraksi
ventrikel yang menurun akan mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna
sehingga volume darah yang menumpuk dlm ventrikel saat diastol (volume akhir
diastolik) lebih besar dari normal. Berdasarkan hukum Frank-Starling,
peningkatan volume ini akan meningkatkan pula daya kontraksi ventrikel sehingga
dapat menghasilkan curah jantung yang lebih besar.
2.
Hipertrofi Ventrikel
Peningkatan
volume akhir diastolik juga akan meningkatkan tekanan di dinding ventrikel yang jika terjadi
terus-menerus, maka akan merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel.
Terjadinya hipertrofi ventrikel berfungsi untuk mengurangi tekanan dinding dan
meningkatkan massa
serabut otot sehingga memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Dinding ventrikel yang mengalami hipertrofi
akan meningkat kekakuannya (elastisitas berkurang) sehingga mekanisme
kompensasi ini selalu diikuti dengan peningkatan tekanan
diastolik ventrikel yang
selanjutnya juga menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri.
3.
Aktivasi Neurohormonal
Perangsangan
neurohormonal mencakup sistem saraf simpatik, sistem renin-angiotensin,
peningkatan produksi hormon antidiuretik dan peptida natriuretik.
Penurunan
curah jantung dapat merangsang baroreseptor di sinus carotis dan arkus aorta
sehingga terjadi perangsangan simpatis dan penghambatan parasimpatis yang
mengakibatkan peningkatan denyut jantung, kontraktilitas ventrikel, dan
vasokonstriksi vena dan arteri sistemik sehingga terjadilah peningkatan curah jantung, peningkatan aliran
balik vena ke jantung dan peningkatan tahanan perifer
Penurunan
curah jantung menyebabkan penurunan perfusi arteri renalis sehingga merangsang
reseptor sel juxtaglomerulus yang kemudian menyintesis renin dan terjadilah
hidrolisis angiotensinogen menjadi angiotensin I, angiotensin I dikonversi
menjadi angiotensin II oleh ACE yang kemudian menginduksi vasokonstriksi dan
sekresi aldosteron sehingga terjadi
peningkatan tahanan perifer, retensi natrium dan air yang mengakibatkan
peningkatan alir balik vena ke jantung hingga terjadilah peningkatan curah
jantung melalui mekanisme Frank-Starling. (Panggabean, 2007)
Gagal jantung paling
sering merupakan manifestasi dari kelainan fungsi kontraktilitas ventrikel
(disfungsi sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (disfungsi diastolik).
Pada disfungsi sistolik, kontraktilitas miokard mengalami gangguan sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatigue, menurunnya kemampuan
aktivitas fisik, dan gejala hipoperfusi lainnya. (Panggabean, 2007)
Pada disfungsi diastolik,
terjadi gangguan relaksasi miokard akibat peningkatan kekakuan dinding
ventrikel dan penurunan compliance
sehingga pengisian ventrikel saat fase diastol terganggu. Gagal jantung
diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari
50%. Disfungsi sistolik dan diastolik seringkali dijumpai bersamaan dan
timbulnya gagal jantung sistolik bisa mempengaruhi fungsi diastolik. Diagnosis
gagal jantung sistolik atau diastolik tidak dapat ditentukan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis.
(Panggabean, 2007)
Gagal jantung dapat
memengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel), namun
dalam praktik jantung kiri yang sedang terkena. Manifestasi tersering dari
gagal jantung kiri adalah dispnea, atau perasaan kehabisan napas. Hal ini
terutama disebabkan oleh penurunan compliance
paru akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan aktivitas reseptor
regang otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu d’effort). Dispnea juga jelas
saat pasien berbaring (ortopnea) karena meningkatnya jumlah darah vena yang
kembali ke toraks dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini diafragma
terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal adalah bentuk dispnea yang dramatik; pada
keadaan tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat mendadak disertai
batuk, sensasi tercekik, dan mengi. Manifestasi lain gagal jantung kiri adalah
kelelahan otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi jantung ketiga (S3)
gallop, ronki basah halus di basal paru, karena aliran udara yang melewati
alveolus yang edematosa. Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema
dinding bronkus dapat menyebabkan mengi. Seiring dengan bertambahnya dilatasi
ventrikel, otot papilaris bergeser ke lateral sehingga terjadi regurgitasi
mitral dan murmur sistolik bernada tinggi. Dilatasi kronis atrium kiri juga
dapat terjadi dan menyebabkan fibrilasi atrium yang bermanifestasi sebagai
denyut jantung “irregularly irregular”
(tidak teratur secara tidak teratur). (Kumar
et al, 2007; Gray et al, 2005)
Manifestasi utama dari
gagal jantung kanan adalah bendungan vena sistemik dan edema jaringan lunak.
Kongesti vena sistemik secara klinis tampak sebagai distensi vena leher dan
pembesaran hati yang kadang-kadang nyeri tekan. Bendungan ini juga menyebabkan
peningkatan frekuensi trombosis vena dalam dan embolus paru. Edema menyebabkan
penambahan berat dan biasanya lebih jelas di bagian dependen tubuh, seperti
kaki dan tungkai bawah. Pada gagal ventrikel yang lebih parah, edema dapat
menjadi generalista. Efusi pleura sering terjadi, terutama di sisi kanan, dan
mungkin disertai efusi perikardium dan asites. Pada gagal jantung kanan
ditemukan dispneu,
namun bukan ortopneu
atau PND. Pada palpasi mungkin didapatkan gerakan bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi
ventrikel kanan dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi
jantung S3 atau S4 ventrikel kanan. (Kumar et al, 2007; Gray et al, 2005)
Penegakkan diagnosis
dibuat berdasarkan gejala dan penilaian klinis yang didukung oleh pemeriksaan
penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, tes darah lengkap,
ekokardiografi, kateterisasi dan tes latihan fisik (treadmill test). Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk
diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal
ada satu kriteria major dan dua kriteria minor.
1.
Kriteria mayor,
yaitu: paroksismal nocturnal dispnea, distensi vena leher, ronki paru,
kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis,
refluks hepatojugular
2.
Kriteria minor,
yaitu: edema ekstremitas, batuk malam hari, dispnea d’effort, hepatomegali,
efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia
(>120/menit)
3.
Mayor dan minor,
yaitu: penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam lima hari pengobatan
(Panggabean,
2007)
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat
jelas seperti cepat lelah (fatik), sesak napas (dyspnea d’effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan
vena jugularis, ascites, hepatomegali, dan edema sudah jelas, maka diagnosis
gagal jantung mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum jelas terlihat
seperti pada tahap disfungsi ventrikel kiri (tahap asimtomatik), maka keluhan
fatik dan keluhan di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus
ditopang oleh pemeriksaan foto rontgen, ekokardiografi, dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide. (Panggabean,
2007)
Tata
laksana gagal jantung didasarkan pada usaha untuk menentukan diagnosis yang
tepat, menyingkirkan kelainan yang menyerupai gagal jantung, sambil memberikan
pengobatan untuk mengurangi keluhan. Tindakan pengobatan pada gagal jantung
ditujukan pada 5 aspek, yaitu mengurangi beban kerja, memperkuat
kontraktilitas, mengurangi kelebihan cairan dan garam, serta melakukan tindakan
dan pengobatan khusus terhadap penyebab, faktor pencetus dan kelainan yang
mendasari. (Tagor, 2003)
Sumber:
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland ed 29. Alih bahasa oleh Tim penerjemah
EGC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 801.
Kumar, Vinay., Ramzi
S. Cotran, and Stanley L. Robbins. 2007. Robbins
Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Alih bahasa oleh Brahm U. Pendit.
Jakarta : EGC. Hal: 406-408.
Panggabean, Marulam M. 2007. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1503-1504.
Suryohudoyo,
Purnomo. 2007. Kapita Selekta Ilmu
Kedokteran Molekuler. Jakarta: Sagung Seto.
Tagor,
H. 2003. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal 197-205.
1 komentar:
Borgata Hotel Casino & Spa - JW Marriott
Borgata Hotel Casino & Spa. 0 reviews. 0 comments. 서귀포 출장샵 Save 7% · 세종특별자치 출장샵 How to find 평택 출장샵 hotels near Borgata 진주 출장안마 Casino & Spa. How to get to Borgata Hotel Casino & Spa by Bus 공주 출장마사지
Posting Komentar