Sabtu, 14 Juli 2012

Striktur Uretra


1.      Anatomi dan Fisiologi Traktus Urogenital
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menerus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar. Kutub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. (Wilson, 2006)
Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setelah terbentuk, urin mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral, pelvis ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat kedua ginjal. Dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. (Sherwood, 2001)

2.      Gangguan Miksi
a.       Anuria dan Oligouria
Arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana tidak ada produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml. Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak. Yang datang pelan-pelan umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal ginjal akut, yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut oliguria, yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100-400 ml. Sebab-sebab anuria/oliguria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu: sebab-sebab pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal.
Anuria prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi, combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria pre-renal ini dapat juga disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli (fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan penurunan produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau penyebaran tumor.
Anuria renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada beberapa keadaan glumerulopati. Sedang anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi urethra oleh karena striktura, pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan dalam rongga pelvis dan batu pada saluran kemih. (Rahardjo, 1982)
b.      Poliuria
Poliuria dapat terjadi setelah transplantasi ginjal (Hoang et al, 2010), tirotoksikosis (Wang et al, 2007), atau karena sebab lain. Penyebab lain dari Poliuria adalah:
(Gerber GS, 2007)
c.       Retensi Urin
Retensi urin adalah keadaan dimana penderita tidak dapat mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli dilampaui. (Gardjito, 1994)
Dari studi yang dilakukan oleh Mustonen et al (2001), diketahui bahwa selama terjadi retensi urin akut, serta setelah 1 sampai 6 bulan, albuminuri dapat terdeteksi pada 100%, 92%, dan 54% pasien, dan peningkatan sekresi dari a1-microglobulin pada 52%, 36%, dan 58%. Rata-rata GFR normal selama retensi dan selama follow-up.
3.      Striktur Urethra
Studi yang telah dilakukan oleh Santucci (2004) menunjukkan bahwa 90% pria dengan striktur uretra mengalami komplikasi. Anger et al (2010) melaporkan bahwa terjadi peningkatan persentase pasien dengan striktur uretra yang juga terdiagnosis infeksi traktus urinarius. Selain itu, persentase inkontinensia urin juga meningkat pada pasien dengan striktur uretra.
Striktur uretra dapat disebabkan oleh peradangan atau jaringan parut dari operasi, penyakit, atau cedera. Hal ini juga bisa disebabkan oleh tekanan dari tumor memperbesar dekat urethra, meskipun hal ini jarang terjadi. 
Risiko lainnya termasuk: 
  • Sebuah riwayat penyakit menular seksual (PMS)
  • Setiap alat dimasukkan ke dalam uretra (seperti kateter atau cystoscope)
  • Benign Prostatic Hiperplasia (BPH)
  • Luka atau trauma pada daerah panggul
  • Episode berulang uretritis
Gejala

Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan sebagai berikut:

  • Penurunan pancaran kencing
  • urethra Discharge dari uretra
  • Membesar (buncit) kandung kemih
  • Pembesaran atau tender kelenjar getah bening di selangkangan (inguinal) area
  • Pembesaran atau prostat tender
  • Kekerasan (indurasi) di bawah permukaan penis
  • Kemerahan atau pembengkakan penis
Kadang-kadang ujian tidak menunjukkan kelainan.
Tes meliputi:

(Linda J Vorvik, 2010)
Hasil sukses dalam bedah rekonstruksi untuk penyempitan uretra tetap menjadi masalah yang menantang. Untuk dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat, penting untuk menentukan etiologi dan karakteristik dari penyempitan. (Koraitim, 2004)
4.      Kateter
Sebuah kateter urin adalah tabung yang digunakan untuk mengeringkan kandung kemih ketika seseorang tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemih mereka sendiri. Kateter terbuat dari berbagai bahan, termasuk beberapa yang mengandung lateks dan lain-lain. Kateter ini fleksibel dan paling sering ditempatkan ke dalam kandung kemih melalui uretra. (Boyt, 2004)
Kateter urin per uretra adalah pemasangan kateter yang dimasukkan ke dalam buli-buli (bladder pasien) melalui urethra. Kateter digunakan sebagai alat untuk menghubungkan drainase urin dari bladder ke urin bag atau container.

Indikasi Pemasangan Kateter
Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis ataupun sebagai prosedur terapi. Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk dekompressi bladder pada pasien dengan retensi urin yang akut atau kronik akibat dari keadaan seperti intravesicular obstruction dari traktus urinarius atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi secara kontinyu mungkin juga diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk menghilangkan darah dari jendalan darah dari kandung kencing.
Untuk keperluan diagnosis, kateterisasi urethra dilakukan untuk mendapatkan sampel urin yang tak terkotaminasi terutama untuk tes mikrobiologi, untuk mengukur pengeluaran urin pada pasien dengan kondisi kritis, atau pada tindakan operasi, atau untuk mengukur volume residual urin sesudah tindakan invasive, di mana tindakan non-invasif tidak bisa dilakukan. Kateter seharusnya tidak digunakan untuk terapi rutin kontinensia urine, jika mungkin penggunaan tindakan yang non invasive seperti incontinence pads, intermittent catheterization, atau penile-sheath cathethers harus dilakukan untuk menghindari komplikasi dari penggunaan indwelling catheter (kateter menetap). tindakan seperti operasi untuk memperbaiki inkontinensia urin lebih efektif untuk pasien.
Kontraindikasi Pemasangan Kateter
Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah adanya urethral injury. Biasanya adanya trauma pada uretra terjadi pada pasien dengan trauma pelvis atau fraktur pelvis. Trauma pada uretra ditandai dengan adanya perdarahan pada meatus uretra, perineal hematoma, dan a ‘high-riding’ prostate gland. Jika dicurigai adanya trauma pada uretra perlu dilakukan urethrography sebelum dilakukan kateterisasi. Kontraindikasi relatif pemasangan kateter uretra adalah adanya striktur uretra, pembedahan uretra atau bladder, atau pada pasien yang tidak kooperatif. (Tim SL FK UNS, 2010)
5.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang diperlukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium, endoskopi, maupun pencitraan:
Ø  Ultrasound of the Urethra (USG)
USG dari uretra adalah salah satu metode radiologis dalam mengevaluasi striktur uretra. Sebuah probe USG bisa ditempatkan di sepanjang penis untuk menentukan ukuran dari penyempitan, derajat penyempitan, dan panjang dari penyempitan. Ini adalah metode non-invasif dan biasanya tidak memerlukan persiapan khusus. (Medicinenet, 2011)
Ø  Retrograde Urethrogram
Sebuah urethrogram retrograde memungkinkan kita untuk mengevaluasi kelainan struktural dalam uretra termasuk penyempitan atau kontraktur dan divertikulum. Tes diagnostik ini umum dilakukan pada pasien laki-laki yang diduga mengalami penyempitan uretra. (Latini et al, 2006)
6.      Cuci Darah (Dialisis)
Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan melintasi membran semipermeabel sepanjang konsentrasi gradien elektrokimia. Tujuan utama dari hemodialisis adalah untuk mengembalikan lingkungan cairan intraselular dan ekstraselular yang sesuai karakteristik dari fungsi ginjal normal. Hal ini dilakukan dengan pengangkutan zat terlarut seperti urea dari darah ke dialisat dan pengangkutan zat terlarut seperti bikarbonat dari dialisat ke darah. (Himmelfarb, 2010)

0 komentar:

Posting Komentar