1. Anatomi
dan Fisiologi Traktus Urogenital
Saluran
kemih terdiri dari ginjal yang terus-menerus menghasilkan urine, dan berbagai
saluran dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal
merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri
karena tertekan ke bawah oleh hepar. Kutub atasnya terletak setinggi iga kedua
belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas.
(Wilson, 2006)
Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan
bahan-bahan tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan ke
dalam urin. Setelah terbentuk, urin mengalir ke sebuah rongga pengumpul
sentral, pelvis ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat
kedua ginjal. Dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus
berdinding otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal
(bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter yang
menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. (Sherwood, 2001)
2. Gangguan
Miksi
a. Anuria
dan Oligouria
Arti sesungguhnya adalah suatu keadaan dimana
tidak ada produksi urine dari seorang penderita. Dalam pemakaian klinis
diartikan keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam kurang dari 100 ml.
Keadaan ini menggambarkan gangguan fungsi ginjal yang cukup berat dan hal ini
dapat terjadi secara pelan-pelan atau yang datang secara mendadak. Yang datang pelan-pelan
umumnya menyertai gangguan ginjal kronik dan biasanya menunjukkan gangguan yang
sudah lanjut. Yang timbul mendadak sebagian besar disebabkan gagal ginjal akut,
yang secara klinis dipakai bersama-sama dengan keadaan yang disebut oliguria,
yaitu keadaan dimana produksi urine dalam 24 jam antara 100-400 ml. Sebab-sebab
anuria/oliguria dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu: sebab-sebab
pre-renal, sebab-sebab renal dan sebab-sebab post-renal.
Anuria
prerenal misalnya terjadi pada keadaan hipoperfusi seperti akibat dehidrasi,
combustio, perdarahan, trauma yang massive atau sepsis. Anuria pre-renal ini
dapat juga disebabkan oleh obstruksi arteri renalis misalnya oleh akibat emboli
(fibrilasi atrium), thrombus (atherosclerosis), dan trauma arteri renalis
bilateralis. Bendungan kedua vena renalis dapat juga menyebabkan penurunan
produksi urine, misalnya akibat kelainan koagulasi, atau penyebaran tumor.
Anuria
renal didapatkan pada nekrosis tubuler akut, glumerulonefritis akut, dan pada beberapa
keadaan glumerulopati. Sedang anuria post-renal dapat terjadi akibat obstruksi
urethra oleh karena striktura, pembesaran prostat, sumbatan kedua ureter
misalnya karena trauma atau laparatomi, proses keganasan dalam rongga pelvis
dan batu pada saluran kemih. (Rahardjo, 1982)
b. Poliuria
Poliuria
dapat terjadi setelah transplantasi ginjal (Hoang et al, 2010), tirotoksikosis (Wang et al, 2007), atau karena sebab lain. Penyebab lain dari Poliuria
adalah:
- Minum sejumlah besar cairan, terutama yang mengandung kafein atau alkohol
- Certain medications, especially diuretics Obat tertentu, terutama diuretik
- Diabetes mellitus
- Diabetes insipidus
- Psikogenik polidipsia , paling umum pada wanita di atas usia 30
- Gagal ginjal
- Anemia sel sabit
- Tes yang melibatkan suntikan pewarna khusus (media kontras) ke dalam pembuluh darah
(Gerber
GS, 2007)
c. Retensi
Urin
Retensi urin
adalah keadaan dimana penderita tidak dapat mengeluarkan urin yang terkumpul di
dalam buli-buli sehingga kapasitas maksimal dari buli-buli dilampaui.
(Gardjito, 1994)
Dari
studi yang dilakukan oleh Mustonen et al (2001), diketahui bahwa selama terjadi
retensi urin akut, serta setelah 1 sampai 6 bulan, albuminuri dapat terdeteksi
pada 100%, 92%, dan 54% pasien, dan peningkatan sekresi dari a1-microglobulin
pada 52%, 36%, dan 58%. Rata-rata GFR normal selama retensi dan selama follow-up.
3. Striktur
Urethra
Studi yang telah dilakukan oleh Santucci (2004) menunjukkan bahwa 90%
pria dengan striktur uretra mengalami komplikasi. Anger
et al (2010) melaporkan bahwa terjadi
peningkatan persentase pasien dengan striktur uretra yang juga terdiagnosis
infeksi traktus urinarius. Selain itu, persentase inkontinensia urin juga
meningkat pada pasien dengan striktur uretra.
Striktur uretra dapat disebabkan oleh peradangan atau
jaringan parut dari operasi, penyakit, atau cedera. Hal ini juga bisa
disebabkan oleh tekanan dari tumor memperbesar dekat urethra, meskipun hal ini
jarang terjadi.
Risiko lainnya termasuk:
- Sebuah riwayat penyakit menular seksual (PMS)
- Setiap alat dimasukkan ke dalam uretra (seperti kateter atau cystoscope)
- Benign Prostatic Hiperplasia (BPH)
- Luka atau trauma pada daerah panggul
- Episode berulang uretritis
Gejala
- Darah di air mani
- Penurunan output urin
- Kesulitan buang air kecil
- Discharge dari uretra
- Sering buang air kecil atau mendesak
- Ketidakmampuan untuk buang air kecil (retensi kemih)
- Nyeri buang air kecil ( disuria )
- Nyeri di perut bagian bawah
- Sakit panggul
- Swelling of the penis Pembengkakan penis
Pemeriksaan fisik bisa menunjukkan sebagai berikut:
- Penurunan pancaran kencing
- urethra Discharge dari uretra
- Membesar (buncit) kandung kemih
- Pembesaran atau tender kelenjar getah bening di selangkangan (inguinal) area
- Pembesaran atau prostat tender
- Kekerasan (indurasi) di bawah permukaan penis
- Kemerahan atau pembengkakan penis
Kadang-kadang ujian tidak menunjukkan kelainan.
Tes meliputi:
- Cystoscopy
- volume Pasca-void sisa (PVR) volume
- Retrograde urethrogram
- Tes untuk klamidia dan gonore
- Urinalysis
- Laju aliran kemih
- Kultur urin
(Linda J Vorvik, 2010)
Hasil
sukses dalam bedah
rekonstruksi untuk penyempitan uretra tetap
menjadi masalah yang
menantang. Untuk dapat memberikan penatalaksanaan
yang tepat,
penting untuk menentukan
etiologi dan karakteristik dari penyempitan. (Koraitim, 2004)
4. Kateter
Sebuah
kateter urin adalah
tabung yang digunakan untuk mengeringkan kandung
kemih ketika seseorang
tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemih mereka sendiri.
Kateter terbuat dari
berbagai bahan, termasuk
beberapa yang mengandung
lateks dan lain-lain.
Kateter ini
fleksibel
dan paling sering
ditempatkan ke dalam kandung kemih
melalui uretra. (Boyt, 2004)
Kateter urin per uretra adalah pemasangan kateter
yang dimasukkan ke dalam buli-buli (bladder pasien) melalui urethra. Kateter
digunakan sebagai alat untuk menghubungkan drainase urin dari bladder ke urin
bag atau container.
Indikasi Pemasangan Kateter
Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk diagnosis
ataupun sebagai prosedur terapi. Untuk terapi, kateter dimasukkan untuk
dekompressi bladder pada pasien dengan retensi urin yang akut atau kronik
akibat dari keadaan seperti intravesicular obstruction dari traktus urinarius
atau neurogenic bladder. Kateterisasi dan irigasi secara kontinyu mungkin juga
diperlukan pada pasien dengan gross hematuria untuk menghilangkan darah dari
jendalan darah dari kandung kencing.
Untuk keperluan diagnosis, kateterisasi urethra
dilakukan untuk mendapatkan sampel urin yang tak terkotaminasi terutama untuk
tes mikrobiologi, untuk mengukur pengeluaran urin pada pasien dengan kondisi
kritis, atau pada tindakan operasi, atau untuk mengukur volume residual urin
sesudah tindakan invasive, di mana tindakan non-invasif tidak bisa dilakukan.
Kateter seharusnya tidak digunakan untuk terapi rutin kontinensia urine, jika
mungkin penggunaan tindakan yang non invasive seperti incontinence pads,
intermittent catheterization, atau penile-sheath cathethers harus dilakukan
untuk menghindari komplikasi dari penggunaan indwelling catheter (kateter
menetap). tindakan seperti operasi untuk memperbaiki inkontinensia urin lebih
efektif untuk pasien.
Kontraindikasi Pemasangan Kateter
Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah adanya
urethral injury. Biasanya adanya trauma pada uretra terjadi pada pasien dengan
trauma pelvis atau fraktur pelvis. Trauma pada uretra ditandai dengan adanya
perdarahan pada meatus uretra, perineal hematoma, dan a ‘high-riding’ prostate gland. Jika dicurigai adanya trauma pada
uretra perlu dilakukan urethrography sebelum dilakukan kateterisasi.
Kontraindikasi relatif pemasangan kateter uretra adalah adanya striktur uretra,
pembedahan uretra atau bladder, atau pada pasien yang tidak kooperatif. (Tim SL
FK UNS, 2010)
5. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan yang
diperlukan dapat berupa pemeriksaan laboratorium, endoskopi, maupun pencitraan:
Ø Ultrasound
of the Urethra (USG)
USG
dari uretra adalah
salah satu metode radiologis dalam mengevaluasi striktur uretra. Sebuah
probe USG bisa
ditempatkan di sepanjang penis untuk menentukan
ukuran dari penyempitan,
derajat penyempitan, dan panjang dari
penyempitan. Ini adalah
metode non-invasif
dan biasanya tidak
memerlukan persiapan khusus.
(Medicinenet, 2011)
Ø Retrograde Urethrogram
Sebuah urethrogram retrograde memungkinkan
kita untuk mengevaluasi kelainan struktural dalam
uretra termasuk penyempitan atau kontraktur dan
divertikulum. Tes diagnostik ini umum dilakukan pada pasien laki-laki yang
diduga mengalami penyempitan uretra.
(Latini et al, 2006)
6. Cuci
Darah (Dialisis)
Dialisis
didefinisikan sebagai difusi molekul dalam
larutan melintasi membran semipermeabel sepanjang
konsentrasi gradien elektrokimia. Tujuan utama
dari hemodialisis adalah untuk mengembalikan
lingkungan cairan intraselular dan ekstraselular
yang sesuai
karakteristik dari fungsi ginjal normal.
Hal ini dilakukan dengan pengangkutan zat
terlarut seperti urea dari darah ke dialisat dan pengangkutan
zat terlarut seperti bikarbonat dari dialisat
ke darah. (Himmelfarb, 2010)
0 komentar:
Posting Komentar