Kamis, 01 Mei 2014

Kesehatan Ibu dan Anak

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan,pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak/instansi terkait untuk tindak lanjut.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Program-program yang berkenaan dengan kesehatan ibu antara lain:
A.    Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan).
Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok ber- risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.

Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.

Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
B.     Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan  persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong.persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal- hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
4. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
5. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
C.     Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dan meningkatkan cakupan KB Pasca Persalinan dengan melakukan kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
·         Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan
·         hari setelah persalinan.
·         Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 setelah persalinan.
·         Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 setelah persalinan. Pelayanan yang diberikan adalah :
·         Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
·         Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
·         Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
·         Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
·         Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian  kapsul Vitamin A pertama.

D.    Deteksi Dini Faktor Risiko dan komplikasi obstetri oleh tenaga kesehatan maupun masyrakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi.
Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5. Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6. Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang
7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.panggul dan tulang belakang
8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll), tumor dan keganasan
9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mol hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital
10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksivakum/ forseps.
11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan,  Infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues).
12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital.
13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9-12 kg selam masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1. Ketuban pecah dini.
2. Perdarahan pervaginam :
·         Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
·         Intra Partum : robekan jalan lahir
·         Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan pembekuan darah, subinvolusi uteri
3. Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg diastolik > 90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre- tibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, sepsis.
6. Distosia: persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya deteksi faktor risiko pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.

E.     Penanganan komplikasi Obstetri
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapat penanganan definitive. sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya
semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari polindes/poskesdes, puskesmas mampu PONED sampai rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED
meliputi :
1. Pelayanan obstetri :
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan
(pre-eklampsi dan eklampsi)
c. Pencegahan dan penanganan infeksi.
d. Penanganan partus lama/macet.
e. Penanganan abortus.
f. Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.
2. Pelayanan neonatus :
a. Pencegahan dan penanganan asfiksia.
b. Pencegahan dan penanganan hipotermia.
c. Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
d. Pencegahan dan penanganan infeksi neonatus, kejang neonatus, ikterus ringan sedang .
e. Pencegahan dan penanganan kurang minum
f. Stabilisasi komplikasi neonatus untuk dirujuk dan transportasi
rujukan.





Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak. -- Jakarta : Departemen Kesehatan, 2009

Kehamilan Resiko Tinggi



Kehamilan Resiko Tinggi adalah suatu kehamilan yang memiliki resiko lebih besar dari biasanya (baik bagi ibu maupun bayinya), akan terjadinya penyakit atau kecacatan atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan.

Faktor Resiko Kehamilan Resiko Tinggi
a)      Karakteristik Ibu
·         Usia => kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
·         Paritas => primipara (kehamilan pertama) atau multipara kehamilan telah lebih dari 4 kali.
·         Jarak persalinan terakhir kurang dari 2 tahun
·         Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat badan kurang dari 50 kg atau seorang wanita yang obesitas
·         Tinggi badan kurang dari 142 cm
·         Lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm pada trimester III
b)      Peristiwa pada kehamilan yang lalu
·         Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama
·         Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya
·         Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami: kontraksi yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah) , perdarahan setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah), persalinan yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang berat , plasenta previa (plasenta letak rendah).
·         Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang menderita penyakit hemolitik, maka bayi berikutnya memiliki resiko menderita penyakit yang sama
c)      Kelainan struktur
·         Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita (misalnya rahim ganda atau leher rahim yang lemah) bisa meningkatkan resiko terjadinya keguguran.
Untuk mengetahui adanya kelainan struktur, bisa dilakukan pembedahan diagnostik, USG atau rontgen.
·         Fibroid (tumor jinak) di dalam rahim bisa meningkatkan resiko terjadinya:
·         kelahiran prematur
·         gangguan selama persalinan
·         kelainan letak janin
·         kelainan letak plasenta
·         keguguran berulang.
d)     Obat-obatan atau infeksi
Obat-obatan yang diketahui bisa menyebabkan cacat bawaan jika diminum selama hamil adalah:
·         Alkohol
·         Phenitoin
·         Obat-obat yang kerjanya melawan asam folat (misalnya triamteren atau trimethoprim)
·         Lithium
·         Streptomycin
·         Tetracyclin
·         Talidomide
·         Warfarin.

e)      Infeksi yang bisa menyebabkan cacat bawaan adalah:
·         Herpes simpleks
·         Hepatitis virus
·         Influenza
·         Gondongan
·         Campak Jerman (rubella)
·         Cacar air (varisela)
·         Sifilis
·         Listeriosis
·         Toksoplasmosis
·         Infeksi oleh virus coxsackie atau sitomegalovirus



Ibu Hamil yang Tergolong Resiko Tinggi :
·         Ibu hamil yang sering pusing berat, penglihatan kabur, kaki bengkak dan kenaikan tekanan darah
·         Ibu hamil dengan kelainan letak (sungsang atau lintang)
·         Ibu hamil yang diperkirakan bayinya kembar
·         Riwayat kehamilan jelek
·         Ibu dengan riwayat penyakit jantung, DM, ginjal, TBC, liver, hipertensi dan penyakit berat lainnya

Tanda Bahaya dalam Kehamilan
·         Muntah terus menerus, tidak bisa makan, keadaan ini akan membahayakan ibu
·         Perdarahaan, Perdarahan pada hamil muda dapat menyebabkan keguguran
·         Pucat, Pucat pada conjungtiva, muka, telapak tangan menunjukkan anemia (kekurangan darah)
·         Bengkak di kaki, tangan dan wajah, atau sakit kepala kadangkala disertai kejang, kondisi ini dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan
·         Demam tinggi, biasanya karena infeksi. Demam yang tinggi bisa membahayakan keselamatan jiwa ibu, menyebabkan keguguran atau kelahiran kurang bulan
·         Keluar air ketuban sebelum waktunya, merupakan tanda adanya gangguan pada kehamilan, dapat membahayakan bayi dalam kandungan
·         Bayi dalam kandungan gerakannya berkurang atau tidak bergerak, keadaan ini merupakan tanda bahaya pada janin

Pencegahan Kehamilan Resiko Tinggi
·         Pemeriksaan kehamilan secara berkala
·         Pelayanan yang Didapatkan oleh Ibu Hamil pada saat Memeriksakan Kehamilannya
·         Penimbangan berat badan
·         Pemeriksaan tekanan darah
·         Pengukuran fundus uteri
·         Imunisasi TT
·         Tablet tambah darah
·         Penyuluhan kesehatan
·         Perawatan diri selama hamil : Nutrisi, perawatan payudara, kebersihan diri, aktivitas,senam hamil
·         Mengingat sebagian besar kematian ibu sesungguhnya dapat dicegah, maka diupayakan untuk mencegah 4 terlambat yang meyebabkan kematian ibu, yaitu :
·         Mencegah terlambat mengenali tanda bahaya resiko tinggi
·         Mencegah terlambat mengambil keputusan dalam keluarga
·         Mencegah terlambat memperoleh transportasi dalam rujukan
·         Mencegah terlambat memperoleh penanganan gawat darurat secara memadai

Penangan kehamilan resiko tinggi
·         Penanganan terhadap pasien dengan kehamilan risiko tinggi berbeda-beda tergantung dari penyakit apa yang sudah di derita sebelumnya dan efek samping penyakit yang dijumpai nanti pada saat kehamilan. Tes penunjang sangat diharapkan dapat membantu perbaikan dari pengobatan atau dari pemeriksaan tambahan.
·         Kehamilan dengan risiko tinggi harus ditangani oleh ahli kebidanan yang harus melakukan pengawasan yang intensif, misalnya dengan :
·         Mengatur frekuensi pemeriksaan prenatal. 
·         Konsultasi diperlukan dengan ahli kedokteran lainnya terutama ahli penyakit dalam dan ahli  kesehatan anak.
·         Pengelolaan kasus merupakan hasil kerja tim antara berbagai ahli.
·         Keputusan untuk melakukan pengakhiran kehamilan perlu dipertimbngkan oleh tim tersebut dan juga dipilih apakah perlu di lakukan induksi persalinan atau tidak



Daftar Pustaka
DeCherneyH Alan, Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Therapy, India, Mc Graw Hill, International Edition, 2003, 216-271
Burrow & Duffy, Medical Complicating During Pregnancy, Pensylvania, WB Saunders Company, 1995, 1-30
Hartanto, Hanafi. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994, 23-35
Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri dan Ginekologi, Jakarta,EGC, Jilid 2, 1995, 201-206
Hacker and Moore, Essensial Obstetric and Gynecology, USA, Hipocrates, 2nd Edition, 1992, 91-103


Selasa, 06 Agustus 2013

KOLELITIASIS ( Penyakit Batu Empedu)



Definisi dan Patogenesis Kolelitiasis

Kolelitiasis atau biasa disebut batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid (Price, 2006). Kejadian kolelitiasis biasanya diikuti dengan kemunculan gelaja peradangan kandung empedu atau disebut kolesistitis.
Batu empedu menurut komposisinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu batu pigmen, batu kolesterol, dan batu campuran (Price, 2006).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen yang berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu pigmen berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih jarang dijumpai (Price, 2006).
Patogenesis batu pigmen melibtakan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Hidrolisis bilirubin oleh enzim b-glucoronidase bakteri akan membentuk bilirubin tak terkonjugasiyang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate (Sudoyo, 2006).
Batu kolesterol “murni” biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Sedangkan batu kolesterol campuran paling sering ditemukan. Batu ini memiliki gamabaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan batu kompisisi murni tidak terlihat.  
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol yaitu :
1.      Hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu
2.      Percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol
3.      Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
(Sudoyo, 2006)
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Pada penderita batu empedu kolesterol, hati menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu. Statis empedu dalam kandung emepdu mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur (Price, 2006).
Stasis empedu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi; faktor hormonal terutama selama kehamilan; infeksi bakteri dalam saluran empedu adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan tinggi kejadian statis empedu. Namun, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu (Price, 2006).

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul pada pasien penderita batu empedu terjadi seringkali diakibatkan karena batu yang kecil melewati duktus koledokus yang menyebabkan kejadian yang disebut kolesistitis atau radang kandung empedu, yang dapat terjadi secara akut maupun kronis. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada epigastrium, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri dapat berlangsung berjam-jam atau dapat kambuh kembali setelah pulih beberapa saat. Penderita dapat berkeringat banyak, nausea (mual) dan vomitus (muntah).  Kolesistitis  yang akut tersebut biasanya sering disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering disebut kolik bilier (Price, 2006).
            Gejala kolesistitis  kronis mirip dengan gejala akutnya, namun tanda dan beratnya nyeri kurang nyata. Penderita kolesistitis kronik  memiliki riwayat dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama (Price, 2006).

Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis pasien koleliatiasis didasarkan pada pemeriksaan ultrasonografi yang menunjukkan adanya batu pada saluran empedu maupun malfungsi kandung mepedu. Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis dengan koleskintigrafi, yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV (Price, 2006).
ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu dalam duktus (Price, 2006).  ERCP sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesifitas 98%, dan akurasi 96%, namun prosedur ini invasive dan dapat menimbulkan komplikasi pancreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal (Sudoyo, 2006).
            MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. MRCP memiliki kelebihan dibandingkan ERCP yang salah satunya adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan instrument, zat kontras, maupun radiasi. Namun MRCP bukan merupakan modalitas terapi dan aplikasinya juga bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sara diagnostik dan terapi pada saat yang sama (Sudoyo, 2006).
           
Penangangan Kolelitiasis Simptomatik

Pengobatan paliatif pada pasien kolelitiasis adalah dengan menghindari makanan dengan kandungan lemak tinggi, seperti jeroan, makanan berminya, dan juga kacang-kacangan. Selain itu pada pasien simptomatik dapat diberikan cairan IV, isap nasogastrik, analgetik, dan antibiotic. Asam empedu oral juga dapat digunakan untuk melarutkan kolesterol pada batu empedu campran (Price, 2006).
Penanganan pengangkatan kandung empedu juga dapat dilakukan dimana penanganan yang saat ini banyak digunakan adalah dengan kolesistektomi laparoskopi, yaitu teknik pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan luka operasi kecil (2-10cm) sehingga rasa nyeri pasca bedah minimal dan dari segi kosmetik luka parut yang kecil. Pada kasus empiema atau bila penderita dalam kondisi kesehatan yang buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di drainese (Sudoyo, 2006).

Komplikasi

Komplikasi yang biasa timbul pada kejadian kolelitiasis  adalah kolesistisis dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Terkadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis (radang selaput abdomen) atau bisa juga terjadi rupture dinding kandung empedu (Price, 2006).

Daftar Pustaka

Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakart: EGC

Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

*Dengan Sedikit Perubahan.