Selasa, 09 April 2013

Angina Pektoris


A. Sepenggal Pengantar tentang Angina Pektoris

Angina Pektoris adalah sindroma klinis berupa nyeri dada karena iskemia miokard yang bersifat sementara. Iskemia miokard adalah keadaan dimana otot jantung mengalami kekurangan oksigen namun belum mengalami kerusakan dan bersifat reversibel, yang dengan alam bantu diagnostik EKG didapatkan hasil ST depresi atau T inverse.

Berdasarkan gejala klinis, Angina Pektoris dibedakan menjadi dua yaitu Angina Pektoris stabil dan Angina Pektoris tak stabil. Angina Pektoris stabil merupakan suatu kejadian nyeri dada yang berlangsung tidak lebih dari 15 menit, dicetuskan oleh suatu aktivitas fisik ataupun faktor pencetus seperti stres. Nyeri dada ini dapat berkurang dengan istirahat maupun pemberian obat (nitrogliserin sublingual). Angina Pektoris tak stabil adalah kejadian nyeri dada yang berdurasi lebih dari 15 menit dengan intensitas dan frekuensi yang semakin meningkat setiap kali kejadian berulang. Faktor pencetus lebih ringan, bisa terjadi saat istirahat. Yang tergolong Angina Pektoris tak stabil yaitu pasien dengan Angina dalam 2 bulan terakhir dirasakan semakin memberatkan dengan frekuensi cukup sering ( dapat terjadi 3 kali dalam sehari), pasien dengan Angina yang bertambah berat namun faktor pencetus semakin ringan, pasien dengan serangan Angina pada waktu istirahat.

Karakteristik nyeri dada pada Angina Pektoris dapat dijadikan patokan berdasarkan lokasi nyeri, kualitas nyeri, kuantitas nyeri, gejala penyerta. Lokasi nyeri bisa didapatkan di dada tengah, retrosternal atau substernal atau di daerah perikordial, yang dapat disertai dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu, sampai ke lengan ( biasanya lengan kiri). Kualitas nyeri dapat berupa nyeri tumpul seperti rasa tertindih atau berat di daerah dada, rasa desakan yang kuat, rasa tertekan. Nyeri berhubungan dengan aktivitas dan berkurang atau sembuh dengan istirahat, terapi tidak berhubungan dengan perubahan pergerakan nafas dan perubahan posisi tubuh. Kuantitas nyeri yang berlangsung biasanya nyeri yang hilang timbul dengan intensitas yang semakin bertambah atau berkurang atau terkontrol. Nyeri yang terjadi terus menerus sepanjang hari atau bahkan beberapa hari biasanya bukanlah nyeri Angina Pektoris. Gejala lain yang dapat menyertai Angina Pektoris antara lain mual, muntah, keringat dingin, sulit bernafas, cemas, dan lemas.

Klasifikasi Angina Pektoris berdasarkan Canadian Cardiovaskuler Association dibagi menjadi 4 kelas. Kelas I, nyeri dada timbul saat aktivitas fisik yang berat seperti berjalan cepat atau terburu-buru, bekerja, atau saat bepergian. Kelas II, aktivitas sehari-hari agak terbatas seperti naik tangga lebih dari 1 lantai, jalan menanjak. Kelas III, aktivitas sehari- hari terbatas, seperti naik tangga 1 lantai. Kelas IV, nyeri dada terjadi saat istirahat dan aktivitas ringan seperti mandi dan menyapu.

B. Penegakan Diagnosis

Untuk membedakan nyeri dada akibat Angina Pektoris atau penyakit lain yang paling awal adalah dengan melakukan anamnesis terperinci mengenai keluhan utama yang dirasakan.

Seperti lokasi nyeri dada, karena lokasi nyeri dada pada Angina juga bisa dirasakan sama pada orang dengan gastritis ( yang letaknya di regio epigastrium pada abdomen). Meskipun pada gastritis bukan lagi di regio thorax melainkan di regio abdomen, namun kebanyakan pasien sulit membedakan lokasi nyerinya, sehingga sering terjadi missed diagnostik.

Untuk kualitas nyeri dada pada Angina Pektoris adalah nyeri tumpul atau nyeri seperti tertindih beban berat, dimana kualitas nyeri ini dapat dibedakan dengan nyeri akibat trauma thorax, carsinoma, penyakit paru, maupun penyakit jantung lain. Untuk nyeri dada yang dirasakan nyeri yang tajam biasanya dirasakan pada kasus pleuritis pada pasien tersangka TB. Untuk pasien asma bronkhial biasanya dirasakan nyeri dada seperti terikat dan sesak nafas.

Untuk membedakan Angina Pektoris stabil dan tak stabil dilihat dari awitan nyeri dadanya, sedangkan untuk untuk penyebab nyeri dipertimbangkan apakah berasal dari jantung ( akibat iskemi miokard) atau akibat kondisi di luar jantung ( emoboli paru, refluks esofageal, di seksi Arta, pleuritis, atau penyakit pernafasan lain).

Selain tentang keluhan utama, perlu digali lebih lanjut mengenai riwayat nyeri dada sebelumnya, riwayat penyakit lain ( diabetes, hipertensi, dislipidemia, merokok), riwayat keluarga ( riwayat gagal jantung iskemi atau IHD / iskemia heart failure, kematian mendadak), dan juga riwayat obat-obatan pasien.

Pemeriksaan fisik yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan tanda vital yang meliputi pemeriksaan tensi, nadi, suhu dan pernafasan, dan pemeriksaan fisik jantung yang meliputi inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain EKG, pemeriksaan laboratorium, ekokardiografi, dan angiografi koroner. Pada pemeriksaan EKG bisa didapatkan gambaran iskemi yaitu ST depresi, T inverse, atau keduanya. Pada pemeriksaan laboratorium penanda paling penting adalah troponin T atau I, dan CK-MB. Dianggap terjadi mionekrosis apabila troponin positif dalam sejak awitan 24 jam dan menetap hingga 2 minggu. CK-MB berguna untuk menunjukkan proses infak yang meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Pemeriksaan ekokardiografi digunakan untuk menganalisis fungsi miokardium segmentalbila serangan terjadi pada penderita Angina Pektoris stabil kronik atau bila pernah terjadi infark miokar sebelumnya. Ekokardiografi bermanfaat untuk memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau kardiomipati hipertrofi yang terjadi pada pasien dengan murmur sistolik. Selidiki juga dapat memperlihatkan luasnya iskemia bila dilakukan pemeriksaan saat nyeri dada sedang berlangsung. Angiografi koroner diperlukan pada pasien dengan Angina Pektoris stabil kelas 3-4 meskipun telah mendapatkan terapi atau pasien risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya Angina.

C. Terapi yang dapat Dilakukan

Terapi ada 2 jenis yaitu terapi non farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologis adalah terapi kini utama yang wajib diberikan pada pasien dengan Angina Pektoris yaitu berupa perbaikan pola hidup seperti berhenti merokok, penurunan berat badan, diet makanan berkolesterol tinggi, olahraga teratur, menghindari stres, dll. Sedangkan apabila masih terjadi Angina Pektoris berulang, maka untuk meringankan dapat diberikan obat anti iskemia antara lain, nitrat, beta broker, Ca antagonis, obat anti agregasi platelet, obat anti trombin. Nitrat bekerja dengan mem-vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen karena vasodilatasi arteri koroner dan memperbaiki sistem kolateral. Beta broker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Sedangkan Ca antagonis bekerja dengan cara mem-vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan darah.


Sumber:
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Fakultas Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Mansjoer A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Sebagian besar tulisan disadur dari buku OSCE Komprehensif buatan kakak tingkat angkatan 2007 FK UNS :)

Senin, 01 April 2013

Demensia

Sebelum mengenal demensia akan saya perjelas terlebih dahulu bahwa demensia dan amnesia adalah 2 hal yang berbeda. Amnesia dapat diartikan sebagai gangguan memori, sedangkan Demensia adalah suatu keadaan patologis yang berupa penurunan fungsi kognisi dengan gangguan memori. Jadi amnesia itu tanpa penurunan fungsi kognisi, hanya terjadi gangguan memori. Amnesia dapat terjadi mendadak yang biasanya akibat dari trauma kepala. Sedangkan demensia memerlukan proses perjalanan yang lama yang bisa disebabkan karena penyakit gangguan vaskular otak (seperti stroke), penyakit degeneratif, infeksi (AIDS), trauma kepala, normal pressure hidrosefalus, tapi penyebab terbanyak demensia adalah Alzheimer.

Otak tidak bisa kekurangan glukosa, pada orang hipoglikemia terjadi oedema cerebri yang irreversibel. Selain itu hemodialisis juga dapat menyebabkan demensia. Dalam hemodialisis terdapat aluminium yang dapat meracuni otak. Keganasan atau tumor juga dapat meningkatkan terjadinya demensia akibat massa tumor yang mendesak otak.

Ada juga sebutan pseudodemensia, yaitu suatu gangguan fungsi kognisi dengan gangguan memori yang terjadi mendadak yang disebabkan karena depresi.

Macam-macam gangguan memori dapat dibedakan menjadi :

Yang pertama,
Mudah lupa (Forget Fullness) yaitu penurunan fisiologis kemampuan memori akibat gangguan pemusatan perhatian. Bukan merupakan demensia, tapi normal.

Yang kedua,
Disingkat MCI (Mild Cognitive Impairment) adalah proses kelanjutan dari Forget Fullness tadi :)

Yang ketiga,
Demensia yaitu penurunan fungsi kognisi dengan gangguan memori yang berjalan secara lambat (bukan mendadak). Demensia dibagi menjadi yaitu demensia vaskular, demensia Alzheimer, demensia lewy body. Demensia vaskular disebabkan oleh serangkaian proses seperti ini : defisit neurologis fokal --> kelumpuhan --> stroke --> demensia. Sedangkan demensia Alzheimer tidak dikarenakan stroke dan pada CT scan didapatkan hasil yang normal. Demensia lewy body

Yang keempat,
Normal Pressure Hidrosefalus yang memiliki trias yaitu demensia, ataksia, inkontinensia urin. Jadi kalo ada 3 gejala klinis tersebut dimungkinkan itu adalah Normal Pressure Hidrosefalus. Terapinya adalah ventrikulo peritoneal shunt yaitu diberi selang penghubung antara otak dengan perut.

Yang kelima,
Subdural Hematom Kronik. Udah tahu kan subdural hematom adalah tertumpuknya darah dalam ruang antara durameter dan arakhnoid. Yang sering disebabkan karena trauma. Kalo akut mungkin hanya lateralisasi dan gangguan kesadaran, tapi kalo kronik biaa terjadi gangguan memori. Terapinya berupa pembedahan.

Yang keenam,
Creutzfeldt Jacob Disease (lidahnya mlungker nih baca ini.. :s)
Tanda dalam diagnostiknya adalah gambaran Sharp Wage complex pada EEG dan adanya tanda klinis berupa mioklonus (pergerakan otot secara tidak sadar)

Sumber : catatan kuliah Geriatri

Tentang Memori

Ini ringkasan catatanku tentang kuliah neurologi pada lansia setahun lalu...
Selamat belajar yaa...

Otak dibagi menjadi 2 yaitu hemisferium cerebri sinistra yang mengatur fungsi kognitif dan hemisferium cerebri dextra yang mengatur fungsi komunikasi non-verbal. Fungsi kognitif meliputi attention, language, memory, visuospasial, executive function (perencanaan, organisasi, dan pelaksanaan).

Memori dibagi menjadi 3 yaitu memori prosedural, memori episodik, dan memori somatik. Memori prosedural berfungsi menyimpan keterampilan motorik dan perhatian, dimana memori ini disimpan di ganglia basalis dan cortex cerebri. Contoh mempri ini seperti main musik, belajar matematika atau bahasa, dll. intinya memori ini akan diingat dalam mangka waktu yang lama. Memori episodik adalah memori tentang gambaran runtutan kejadian dalam perjalanan kehidupan (aduh bahasanyaaa --") yang disimpan di sistem lymbic, hipotalamus, dan thalamus. Memori ini dapat dicontohkan seperti kegiatan apa saja yang dilakukannya dalam 1 minggu terakhir, ntuk orang normal gambaran runtutan kejadiaan 1 minggu terakhir bisa diingat, tapi kalo misal 1 tahun terakhir kan pasti lupa, itu namanya memori episodik, ada batasan waktu. Sedangkan memori somatik adalah memori yang disimpan di Louis temporal cerebri, dimana memori ini sulit untuk diingat. Contohnya ni ya materi kuliah kita hari ini, soalnya kalo udah sampe rumah pasti lupa tadi kuliah apa.. Hahaha -,-

Beberapa gangguan pada cerebri dapat dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan lotus yang mengalami gangguan.
Bila ada gangguan pada lobus frontalis terdapat gambaran klinis seperti tidak dapat menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, preservasi (bertanya yang diulang ulang), impulsive agresive (mendadak, terjadi sesuatu yang tidak diduga seperti melempar memukul,dll), disfasia motorik (agak sulit bicara).
Bila ada gangguan pada lobus temporalis maka dapat terjadi gangguan belajar verbal, afasia receptive (tidak bisa memahami yang dikatakan orang padanya).
Bila ada gangguan pada lobus parietalis maka terjadi pengabaian sisi tubuh (seperti pada orang stroke), apraksia konstruksi (lupa jalan pulang ke rumah).
Bila gangguan pada lobus occipital maka dapat terjadi gangguan penglihatan, agnosia visual (organnya normal tapi ga ngerti apa yang dilihat).