Definisi dan
Patogenesis Kolelitiasis
Kolelitiasis atau biasa
disebut batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu yaitu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan
fosfolipid (Price, 2006). Kejadian kolelitiasis
biasanya diikuti dengan kemunculan gelaja peradangan kandung empedu atau
disebut kolesistitis.
Batu empedu menurut komposisinya dibagi menjadi 3 jenis yaitu batu
pigmen, batu kolesterol, dan batu campuran (Price, 2006).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini yaitu bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Batu-batu
ini cenderung berukuran kecil, multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu
pigmen yang berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu pigmen
berwarna coklat berkaitan dengan infeksi empedu kronis, batu semacam ini lebih
jarang dijumpai (Price, 2006).
Patogenesis batu pigmen melibtakan infeksi saluran empedu, stasis
empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Hidrolisis bilirubin oleh enzim b-glucoronidase bakteri
akan membentuk bilirubin tak terkonjugasiyang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate (Sudoyo, 2006).
Batu kolesterol “murni” biasanya berukuran besar, soliter,
berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung
kalsium dan pigmen. Sedangkan batu kolesterol campuran paling sering ditemukan.
Batu ini memiliki gamabaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan
berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan
pemeriksaan radiografi, sedangkan batu kompisisi murni tidak terlihat.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu
kolesterol yaitu :
1. Hipersaturasi
kolesterol dalam kandung empedu
2. Percepatan terjadinya
kristalisasi kolesterol
3. Gangguan motilitas
kandung empedu dan usus
(Sudoyo,
2006)
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu. Pada penderita batu empedu kolesterol, hati
menyekresikan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu. Statis empedu dalam kandung
emepdu mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan
pengendapan unsur (Price, 2006).
Stasis empedu dapat disebabkan oleh beberapa hal. Gangguan
kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter Oddi; faktor hormonal terutama
selama kehamilan; infeksi bakteri dalam saluran empedu adalah beberapa hal yang
dapat menyebabkan tinggi kejadian statis empedu. Namun, infeksi mungkin lebih
sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu dibandingkan sebagai
penyebab terbentuknya batu empedu (Price, 2006).
Manifestasi
Klinis
Gejala yang timbul pada pasien penderita batu empedu terjadi
seringkali diakibatkan karena batu yang kecil melewati duktus koledokus yang
menyebabkan kejadian yang disebut kolesistitis
atau radang kandung empedu, yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.
Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada epigastrium, nyeri dapat
menyebar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri dapat berlangsung berjam-jam atau
dapat kambuh kembali setelah pulih beberapa saat. Penderita dapat berkeringat
banyak, nausea (mual) dan vomitus (muntah). Kolesistitis
yang akut tersebut biasanya sering
disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus dan sering disebut kolik bilier (Price, 2006).
Gejala kolesistitis kronis mirip
dengan gejala akutnya, namun tanda dan beratnya nyeri kurang nyata. Penderita kolesistitis kronik memiliki riwayat dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama (Price,
2006).
Penegakan
Diagnosis
Penegakan diagnosis pasien koleliatiasis
didasarkan pada pemeriksaan ultrasonografi yang menunjukkan adanya batu
pada saluran empedu maupun malfungsi kandung mepedu. Kolesistitis akut juga dapat didiagnosis dengan koleskintigrafi,
yaitu suatu metode menggunakan agen radioaktif IV (Price, 2006).
ERCP (endoscopic retrograde
cholangiopancreatography) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya batu
dalam duktus (Price, 2006). ERCP sangat
bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%,
spesifitas 98%, dan akurasi 96%, namun prosedur ini invasive dan dapat
menimbulkan komplikasi pancreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal
(Sudoyo, 2006).
MRCP (magnetic resonance cholangiopancreatography) adalah teknik pencitraan
dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion.
MRCP memiliki kelebihan dibandingkan ERCP yang salah satunya adalah pencitraan
saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan dengan instrument, zat kontras,
maupun radiasi. Namun MRCP bukan merupakan modalitas terapi dan aplikasinya
juga bergantung pada operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sara diagnostik
dan terapi pada saat yang sama (Sudoyo, 2006).
Penangangan
Kolelitiasis Simptomatik
Pengobatan paliatif pada pasien kolelitiasis adalah dengan menghindari makanan dengan kandungan
lemak tinggi, seperti jeroan, makanan berminya, dan juga kacang-kacangan.
Selain itu pada pasien simptomatik dapat diberikan cairan IV, isap nasogastrik,
analgetik, dan antibiotic. Asam empedu oral juga dapat digunakan untuk
melarutkan kolesterol pada batu empedu campran (Price, 2006).
Penanganan pengangkatan kandung empedu juga dapat dilakukan dimana
penanganan yang saat ini banyak digunakan adalah dengan kolesistektomi
laparoskopi, yaitu teknik pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen
dengan luka operasi kecil (2-10cm) sehingga rasa nyeri pasca bedah minimal dan
dari segi kosmetik luka parut yang kecil. Pada kasus empiema atau bila
penderita dalam kondisi kesehatan yang buruk, kandung empedu tidak dibuang
tetapi hanya di drainese (Sudoyo, 2006).
Komplikasi
Komplikasi yang biasa timbul pada kejadian kolelitiasis adalah kolesistisis dan obstruksi duktus
sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermiten,
atau permanen. Terkadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan
menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis (radang selaput abdomen)
atau bisa juga terjadi rupture dinding kandung empedu (Price, 2006).
Daftar
Pustaka
Price, S.A.
2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakart: EGC
Sudoyo, A.W.
dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
*Dengan Sedikit Perubahan.
1 komentar:
Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.
Posting Komentar