A.
SEL DARAH PUTIH
Sel darah putih atau leukosit merupakan
unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk
di sumsum tulang(granulosit, monosit, serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi
di jaringan limfe(limfosit dari sel-sel plasma).setelah dibentuk, sel ini
diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat
sesungguhnya sel darah putih adalah sesungguhnya ditranspor secara khusus ke
daerah yang mengalami infeksi dan peradangan serius. Jadi, sel darah putih
menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang
ada. Granulosit(neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan monosit mempunyai
kemampuan khusus untuk mencari dan merusak setiap benda asing yang menyerbu. Granulosit
dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara
mencernakannya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel
plasma berhubungan dengan sistem imun.
Granulosit dan monosit hanya ditemukan
pada sumsum tulang. Limfosit dan sel plasma terutama diproduksi dalam berbagai
organ limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, dan berbagai
kantong jaringan limfoid di mana saja dalam tubuh, terutama dalam sumsum tulang
dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus. Sel darah putih yang dibentuk
dalam sumsum tulang, terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai mereka
diperlukan di sistem sirkulasi. Dalam keadaan normal, granulosit yang
bersikulasi dalam seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam
sumsum. Limfosit sebagian besar disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid
kecuali pada sedikit limfosit yang secra temporer diangkut dalam darah.
Sel-sel darah putih mengalami suatu fase
proliferasi(pembelahan) mitotik, diikuti oleh fase pematangan. Waktu yang
diperlukan bervariasi dari 9 hari untuk eosinofil sampai 12 hari untuk
neutrofil. Semua fase ini akan mengalami pertambahn kecepatan selama terjadi
infeksi. Di dalam sumsum tulang, setelah sel menjadi matang, sel tersebut
menjadi lebih kecil, intinya berbenruk bulat atau oval dan memiliki dua sampai
lima lobus, dikelilingi oleh sitoplasma yang mengandung granula halus yang
tersebar merat. Granula ini mengandung enzim(seperti mieloperoksidase,
muramidase, dan kation protein antibakteri) yang pada degranulasi sel darah
putih, membunuh dan mencernakan bakteri.
Macam-macam sel darah putih, yaitu:
1. EOSINOFIL
Sel darah putih yang granulanya memiliki
afinitas eosin disebut eosinofil. Eosinofil mempunyai fungsi fagosit lemah.
Eosinofil kelihatannya berfungsi pada reaksi antigen-antibodi dan meningkat
pada serangan asma, reaksi obat-obatan, dan infestasi parasit tertentu.
2. BASOFIL
Sel darah putih ynag memiliki afinitas
terhadap zat warna biru atau basa disebut basofil. Basofil membawa heparin,
faktor pengaktifan histamin dan trombosit dalam granula-granulanya untuk
menimbulkan peradangan pada jaringan. Kadar basofil yang meningkat(basofilia)
ditemukan pada gangguan mieoloproliperatif, yaitu gangguan proliperatif dari
sel pembentuk darah.
3. NEUTROFIL
Neutrofil mempunyai granula yang disebut
leukosit polimorfonuklear(PMN) mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna
basa atau eosin dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi
oleh sitoplasma yang berwarna merah muda. Sumsum tulang mempunyai tempat
penyimpanan cadngan yang tetap, kapasitasnya 10 kali jumlah neutrofil yang
dihasilkan setiap hari. Bila timbul infeksi, neutrofil cadangan dimobilisasi
dan dilepaskan ke dalam sirkulasi, di sana sel tersebut berdiam selama 6-8 jam
kemudian ke jaringan. Neutrofil dalam sirkulasi dibagi antara kelompok
sirkulasi dan kelompok marginal(sel darah putih terletak sepanjang dinding
kapiler). Dengan gerakan
seperti amuba, neutrofil bergerak dengan cara diapedesis dari kelompok marginal
masuk ke dalam jaringan dan membran mukosa. Neutrofil merupakan sistem dalam
pertahanan tubuh primer melawan infeksi bakteri. Metode pertahanannya adalah
fagositosis.
4. MONOSIT
Monosit lebih besar dari neutrofil dan
memiliki inti monomorfik yang relatif sederhana. Intinya terlipat atau berlekuk
dan kelihatan berlobus dengan lipatan seperti otak. Sitoplasma kelihatan jauh
lebih banyak dibandingkan intinya dan menyerap warna biru keabuan yang tidak
terlalu nyata, granulanya tersebar merata. Diferensiasi, pematangan, dan
pelepasan monosit terjadi lebih dari 24 hari(suatu periode yang lebih lama dari
granulosit). Monosit meninggalkan sirkulasi dan mejadi makrofag jaringan serta
merupakan bagian dari sistem monosit-makrofag. Umur monosit adalah beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Monosit memiliki fungsi fagosit, membuang sel
cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, serta mikroorganisme(seperti pada
endokarditis bakterial).
5. LIMFOSIT
Limfosit adalah monosit mononukear
lain(monomorfonuklear) dalam darah yang memilki inti bulat atau oval dan
dikelilingai oleh pinggiran sitpolasma sempit berwarna biru yang mengandung
sedikit granula. Bentuk kromatin inti sarat dengan jala-jala yang berhubungan
di dalam. Limfosit bervariasi dalam ukuran, mulai dari kecil(7-10 μm) sampai
besar, seukuran granulosit dan tampaknya berasal dari sel induk pluripoten di
dalam sumsum tulang dan bermigrasi ke jaringan limfoid lain termasuk kelenjar
getah bening, lien, timus, dan permukaan mukosa traktus gastrointestinal serta
traktus respiratorius. Terdapat dua jenis limfosit mencakup limfosit
T(bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalm timus) dan limfosit B(tidak
bergantung timus). Limfosit T bermigrasi dari kelenjar timus ke jaringan
limfoid lain. Sel ini secra khas ditemukan pada parakorteks kelenjar getah
bening dan lembaran limfoid periarteriola dari pulpa puti lien. Limfosit B
tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung
jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel yang reaktif
antigen, sedangkan limfosit B jika dirangsang dengan semestinya,
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin. Sel ini
bertanggung jawab atas respon kekebalan humoral(Catherine M. Baldy, 2005).
B.
LEUKIMIA
Leukimia adalah proliferasi sel leukosit
yang abnormal, ganas, sering disertai dengan bentuk leukosit yang lain dari
normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia dan trombositopenia.
Kelainan utama bukan di dalam darah, tetapi pada jaringan, yaitu beberapa
jaringan tempat pembentukan sel darah dan kelainan pada jaringan tertentu
akibat mengumpulnya sel leukimia.kecepatan proliferasi sel leukimia tidak lebih
dari kecepatan proliferasi sel normal. Kelaina utama leukosit pada penderita
leukimia adalah pematangannya. Selama tidak matang, sel tersbut mempunyai
kemampuan untuk proliferasi. Walaupun proliferasinya lambat, mereka mempunyai
sifat immortal sehingga makin lama
makin banyak dan menumouk di jaringan. Leukimia menyerang kedua jenis kelamin,
tetapi laki-laki terserang sedikit lebih banyak dibandingkan wanita(Zubairi
Djoerban et. al, Harryanto 1990).
1. ETIOLOGI
a. Faktor genetik
Jarang ditemukan leukimia
familial, tetapi terdapat insiden leukimia yang lebih meningkat sampai 20% pada
kembar monozigot(identik). Individu dengan kelainan kromosom, seperti sindrom
Down, mempunyai insiden leukimia akut 20 kali lipat.
b. Faktor Lingkungan
Pejanan dengan radiasi pergion
dosis tinggi disertai manifestasi leukimia yang timbul bertahun-tahun kemudian.
c. Zat-zat Kimia
Benzen, arsen, pestisida,
kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen antineoplastik meningkatkan frekuensi
leukimia, khususnya agen-agen alkil. Leukimia meningkat pada penderita yang
diobati dengan radiasi dan kemoterapi.
d. Virus
Hasil penelitian yang menyokon
virus sebgai penyebab leukimia: enzim reverse
transcriptase ditemukan dalm darah penderita leukimia. Enzim ini ditemukan
dalm virus onkogenik seperti retrovirus tipe C. enzim tersebut membuat viru
yang bersangkutan membentuk bahan genetik kemudian bergabung dengan genom sel
yang terinfeksi
(Zubairi Djoerban et. al, Harryanto 1990).
e. Hipoplastik
Setiap keadaan sumsum tulang
hipopastik kelihatannya merupakan predisposisi terhadap leukimia. Pasien dengan
sindrom mielodiplastik(gangguan sel induk dengan manifestasi adanya blas dan
pansitopenia yang ditemukan pada orang dewasa tua) sering berkembang menjadi
leukimia nonlimfositik akut.
(Catherine M.
Baldy, 2005).
2. KLASIFIKASI LEUKIMIA
Klasifikasi leukimia yang
paling banyak digunakan adalah FAB(French-American-British).
Klasifikasi ini merupakan klasifikasi morfologi yang didasarkan pada
diferensiasi dan maturasi sel leukimia
yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.
C.
LEUKIMIA AKUT
1. LEUKIMIA MIELOSITIK AKUT
Leukimia akut yang menyerang rangkaian
mieloid disebut Leukimia Nonlimfositik Akut(LNLA) atau Leukimia Mielositik
Akut(LMA) atau Leukimia Granulositik Akut. Neoplasma uniklonal dan berasal dari
transformasi sel progenitor hematopoietik. Sifat alami neoplastik sel yang
sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekuler, tetapi defek kritis
bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel. Defek kualitatif
dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid yang berproliferasi pada gaya tak
terkontrol dan menggantikan sel normal. Leukimia nonlimfositik akut(LNLA)
bertanggung jawab atas 80% leukimia akut pada orang dewasa. Permulaannya mungkin
mendadak atau progresif dalam masa 1-3 bulan dengan durasi gejala singkat. Jika
tidak diobati, LNLA fatal dalam 3-6 bulan. Leukimia mielositik akut(LMA)
ditemukan pada orang dewasa semua umur dan akan meningkat setelah berumur 40
tahun. Umur rata-rata adalah 60 tahun. Diagnosis LMA daapt dibuat berdasarkan
gambaran darah tepi, tetapi dibuktikan dengan biopsi danm aspirasi sumsum
tulang. Darah tepi dapat menunjukkan mieloblas dalam sirkulasi yang meningkat,
normal, atau menurun dan penurunan jumlah granulosit absolut. Jumlah trombosit
juga menurun, sering di bawah 50.000. Anemia sednag dapat terjadi. Sumsum
tulang umumnya hiperseluler, 30-90% mieloblas mengandung batang Auer. Batang
Auer merupakan struktur seperti batang dalam sitoplasma mieloblas dan bersifat
diagnostik untuk leukimia mieloid akut. Unsur lain dalam sumsum tulang dapat
tertekan. Studi sitogenetik paling sering menunjukkan abnormalitas kromosom.
Terdapat perubahan metabolik dengan peningkatan kadar asam urat dan laktat
dehidrogenase yang terkait dengan kadar
turnover sel darah putih yang tinggi.
Kalsifikasi
Leukimia Mielositik Akut
M-0
|
Berdiferensiasi minimal
|
M-1
|
Diferensiasi granulositik tanpa maturasi
|
M-2
|
Diferensiasi granulositik dengan maturasi sampai
stadium promielositik
|
M-3
|
Diferensiasi granulositik dengan promielosit
hipergranuler dihubungkan dengan koagulasi intervaskuler diseminata
|
M-4
|
Leukimia mielomonosit akut; garis sel monosit
dan granulosit
|
M-5a
|
Leukimia monosit akut; berdiferensiasi buruk
|
M-5b
|
Leukimia monosit akut; berdiferensiasi baik
|
M-6
|
Eritroblastosis yang menonjol dengan
diseritropoiesis berat
|
M-7
|
Leukimia megakariosit
|
Manifestasi klinis berkaitan dengan
berkurangnya sel hematopoietik normal, terutama granulosit dan trombosit.
Pasien sering menunjukkan gejala infeksi atau perdarahan atau keduanaya pada
waktu diagnosis. Menggigil, demam, takikardi, dan takipnea sering merupakan
gejala yang muncul. Infeksi dapat mengenai semua sistem organ. Selulitis,
pneumonia, infeksi oral, abses perirektal, dan septikemia merupakan sedikit
contoh infeksi yang ditemukan pada populasi ini. Organisme yang paling sering
adalah bakteri gram negatif, seperti E. Coli dan pseudomonas, serta infeksi
fungus.
Pasien dengan jumlah leukosit meningkat
secara nyata dan blas dalam sirkulasi(jumlah lebih dari 200.000/mm3)
dapat menunjukkan gejla hiperviskositas. Gejala ini mencakup nyeri kepala,
perubahan penglihatan, kebingungan, dan dispnea yang memerlukan leukoforesis
segera(pembuangan sel darah putih melalui pemisahan sel) dan kemoterapi yang tepat.
Pasien dengan leukimia promielositik yang menampakkan gejla diastesis
perdarahan dan leukimia monositik sering menampakkan infiltrasi gusi.
Trombositopenia menampakkan perdarahan yang dinyatakan oleh petekie dan
ekimosis, epistaksis, hematoma pada membran mukosa, serta perdarahan saluran
cerna dan sistem saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang disebabkan
oleh infark tulang atau infiltrat subperiosteal. Anemia bukan merupakan
manifestasi awal karena umur eritrosit yang panjang. Jika ditemukan anemia akan
ditemukan nyeri kepala, gejala kelelahan, dan dispnea waktu kerja fisik
disertai pucat yang nyata.
Pengobatan pada leukimia mielositik akut
dilakukandengan terapi kombinasi yang mencakup antimetabolit Cytosine
arabinosid dan antibiotik antrasiklin, seperti daunorubicin hydrocloride,
idarubicin, atau mitoxantron. Kombinasi lain mencakup etoposide dan
mitoxantrone atau topotecan dan mitoxantrone. Obat antibodi monoklonal, seperti
Mylotarg digunakan pada pasien leukimia akut relaps dan menargetkan sel CD33 positif. Asam transretinoat digunakan
sebgai antiakne topikal memungkinkan pematangan sel hematopoietik dengan
pencapaian remisi. Pada keadaan relaps, agen oral tersedia dalam uji
klinis, yaitu arsenic trioxide(Catherine M. Baldy, 2005).
2. LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT
Leukimia limfositik akut(LLA) merupakan
kanker yang paling sering menyerang anak-anak di bawah 15 tahun dengan puncak
insiden 3 dan 4 tahun. Keadaan ini juga terdapat pada orang dewasa semua umur
dengan peningkatan bertahap pada umur 60 tahun.
Klasifikasi Leukimia Limfositik Akut
L-1
|
Leukimia limfositik akut anak-anak; populais sel
homogen
|
L-2
|
Leukimia limfositik akut pada dewasa; populasi
sel heterogen
|
L-3
|
Leukimia jenis limfoma Burkitt; sel besar,
populasi sel homogen
|
Manifestasi LLA berupa proliferasi
limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstrameduler(di luar
sumsum tulang, seperti kelenjar getah bening dan lien). Diagnosis ditegakkan
melalui perhitungan sel darah lengkap, diferensiasi, hitung trombosit, neutrofil,
dan sel darah merah rendah. Sumsum tulang biasanya hiperseluler disertai adanya
infiltrasi limfoblas. Sitogenetik dan immunotyping
juga digunakan untuk menguraikan klon maligna. Karena sistem sarf pusat
dapat terlibat, perlu dilakukan analisis cairan spinalis. LLA digolongkan
berdasarkan kriteria imunologik CD dengan penanda CD5 dan CD7; antigen LLA yang
lazim(cLLA); dikenal sebagai CD10, juga mempunyai gambara CD19 dan TdT; sel B
membawa CD19, CD20, CD21, dan CD22. sel nul menggambarkan sel B imatur sehingga
tidak memiliki penanda CD yang mengidentifikasi. Manifestasi klinis leukimia
limfositik menyerupai leukimia granulositik akut dengan tanda dan gejala
dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal. Karena itu infeksi,
perdarahan, dan anemia merupakan menifestasi utama. Sepertiga pasien tampak
denagn infeksi dan perxarahan waktu didiagnosis. Malaise. Demam, letargi, dan
kehilangan berat badan, serta kehilangan keringat pada malam hari dapat menjadi
gejala yang tampak. Karena menyerang daerah ekstrameduler, pasien mengalami
limfadenopati(pembesaran kelenjar getah bening), hepatomegali(pembesaran
hepar), dan splenomegali(pembesaran lien). Nyeri tulang dan artralgia lebih
sering terdapat pada anak-anak. Tanda dan gejala terkena sistem saraf pusat mencakup
nyeri kepala, mutah, kejang, dan gangguan penglihatan(Catherine M. Baldy, 2005).
Salah satu penatalaksanaan untuk leukimia
limfositik akut adalah kemoterapi. Kemoterapi diharapkan memiliki toksisitas
selektif artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normel.
Umumnya antineoplastik menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan
toksisitas karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat,
seperti sumsum tulang, epitel germinativum, mukosa saluran cerna, folikel
rambut, dan jaringan limfosit. Kemoterapi untuk leukimia limfositik akut
memakai obat yang masuk golongan cell
cycle specific artinya memerlihatkan toksisitas selektif tehadap fase-fase
tertentu dari siklus sel, seperti merkaptopurin, asparaginase, metotreksat, dan
vinkristin. Zat CSS efektif terhadap kanker yang berproliferasi tinggi, seperti
kanker darah.
Kerja antikanker pada proses dalam
sel(semua antikanker bersifat sitotoksik):
a. Merkaptopurin bekerja sebagai antagonis
purin. Merupakan antagonis kompetitif dari enzim yang menggunakan senyawa purin
sebagai substrat. Alternatif lain dari mekanisme kerjanya adalah dengan
pembentukan 6-Metil merkaptopurin yang menghambat biosintesis purin sehingga
sintesis RNA, CoA, ATP, dan DNA dihambat.
b. Asparaginase: suatu enzim katalisator yang
berepran dalam hidrolisis asparagin menjadi asam aspartat dan amonia sehingga
sel kanker kehilangan asparagin yang berakibat kematian sel.
Terapi kombinasi bertujuan untuk
mendapatkan sinergisme tanpa menambah toksisitas, meningkatkan indeks terapi,
dan menunda terjadinya resistensi. Syarat terapi kombiansi: masing-masing obat
beda mekanisme kerja, beda efek toksik pada dosis maksimal, diberikan pada masa
siklus sel pada saat obat paling efektif, dosis oleh penelitian dan
pengalaman.Contoh terapi kombinasi:
a. metotreksat dan asparagin(setelah
24 jam): efek antikanker yang sinergistik terhadap LLA.
b. Prednison dosis tinggi dipakai
dengan satu atau lebih obat(vinkristin, metotreksat, dan 6-merkaptopurin):
jumlah pasien yang mengalami remisi dengan terapi kombinasi lebih besar
daripada dengan dosis tunggal.
c. Metotreksat tunggal remisi 20%
kombinasi dengan prednison remisi 80%: pemberian metotreksat intratekal
ditambah radiasi kepala rutin dilakukan pada LLA untuk mencegah leukimia
meningial.
d. Vinkristin tunggal remisi 50-60% kasus,
vinkristin dan prednison remisi 90%.
Terapi penunjang: vinkristin dan
metotreksat atau merkaptopurin dan prednison atau metotreksat dan
merkaptopurin. Efek nonterapi: sel stem imun yang juga rusak akibat kemoterapi
menyebabkan lebih mudah terkena infeksi sehingga mengakibatkan terjadinya
sepsis. Prinsip pengobatan: perpanjangan hidup = jumlah sel kanker yang dibasmi
= dosis = efek nonterapi. Dosis: asparaginase: Intra Vena, 50-200/kg berat
badan/hari dan prednison: oral, 20-100 mg/1-2 hari (Nafrialdi et. al, 2007).
D.
LEUKIMIA KRONIK
1. LEUKIMIA GRANULOSITIK KRONIK
Leukimia
granulositik kronik(LGK) atau Leukimia mielositik kronik(LMK)
paling
sering terlihat pada orang dewasa usia pertengahan, tetapi dapat juga timbul
pada setiap kelompok umur. LGK memiliki awitan yang lambat, sering ditemukan
waktu pemeriksaan darah rutin atau skrining darah. LGK dianggap sebagai suatu
gangguan mieloproliperatif karena sumsum tulang hiperseluler dengan proliferasi
pada semua garis diferensiasi sel. Jumlah granulosit umumnya lebih dari
30.000/mm3. Walaupun pematangannya terganggu, sebagian besar tetap
menjadi matang dan berfungsi. Basofil dan eosinofil sering ditemukan. Paad 85%
kasus terdapat kelainan kromosom disebut kromosom Philadelphia. Kromosom
Philadephia merupakan suatu translokasi dari lengan panjang kromosom 22 ke
kromosom 9. kelainan kromosom ini memengaruhi sel induk hematopoietik dan
karenanya terdapat pada garis sel mieloid, serta beberapa garis limfoid.
Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik:
kelelahan, penurunan berat badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas.
Lien membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan perasaan penuh pada abdomen dan
mudah merasa kenyang. Apabila terdapat anemia, pasien akan mengalami takikardi,
pucat, dan nafas pendek. Memar dapat terjadi akibat fungsi trombosit abnormal.
Tujuan pengobatan adalh mengurangi kromosom Philadelphia dan BCR-ABL onkogenik
yang terbentuk akibat translokasi kromosom 9 ke 22. gen ini dianggap mencetuskan pertumbuhan sel
leukiemik yang tidak terkontrol.
Pengoabatan saat ini dengan kemoterapi
intermitten menggunakan hidroksiurea dan alfa-interferon. Uji klinis
menggunakan homoherringtonin, suatu alkaloid tanaman dan sitosin arabinosid, suatu
antimetabolit terbukti efektif pada 65% oasien. Sebagian besar pengobatan
mengakibatkan supresi hematopoiesis dan pengurangan ukuran lien. Interferon
mengurangi jumlah sel positif kromosom Philadelphia. Obat oral baru STI 571,
inhibitor tirosin kinase telah diuji klinis dengan pasien pada fase agresif
penyakitnya. Dengan menghambat tirosin kinase, STI 571 menghambat proliferasi
gen BCR/ABL(Catherine M. Baldy, 2005).
2. LEUKIMIA LIMFOSITIK KRONIK
Leukimia limfositik kronik(LLK) merupakan
suatu gangguan limfoproliperatif yang ditemukan pada orang tua( umur median 60
tahun) dengan perbandingan laki-laki:perempuan = 2:1. LLK dimanifestasikan oleh
proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam sumsum
tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular dengan kadar yang
mencapai 100.000+/mm3 atau
lebih. Pada lebih dari 90% kasus, limfosit abnormal adalah limfosit B dengan
penanda CD19, CD20, CD23, dan CD5. karena limfosit B berperan dalam sintesis
imunoglobulin, pasien dengan LLK mengalami insufisiensi sintesis imunoglobulin
dan penekanan respon antibodi. Studi sitogenetik menunjukkan lebih dari 80%
pasien mengalami berbagai perubahan sitogenetik yang mungkin menunjukkan
prognosis buruk. Awitannya tersembunyi dan berbahaya serta sering ditemukan
pada pemeriksaan darah rutin yang ememrlihatkan peningkatan jumlah limfosit
absolut atau karena limfadenopati dan splenomegali yang tidak sakit. Waktu
penyakitnya berkembang, hati juga membesar. Pasien yang hanya menderita
limfositosis dan limfadenopati dapat beratahan 10 tahun atau lebih. Sekitar 10%
pasien mengalami transformais agresif serupa sindrom Richter(limfoma agresif).
Tanda dan gejala serupa dengan LGK
menggambarkan keadaan hipermetabolik. Pembesaran organ secara masif menyebabkan
tekanan mekanik pada lambung sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa
tidak enak pada abdomen, dan buang air besar tidak teratur. Karena sintesis
imunoglobulin tidak cukup dan respon antibodi yang tertekan, perjalanannya
dipersulit dengan episode rekuren infeksi, yang terutama melibatkan paru dan
kulit. Pneumonia sering terjadi, terutama Pneumocytis carinii dan pneumonia
pneumokokal. Infeksi kulit virus, seperti herpes zoster sering terjadi.
Pengobatan diindikasikan bila pasien
mengalami pansitopenia yang meningkat dengan infeksi, peningkatan lifadenopati
dan organomegali, anemia dan trombositopenia akibat penggantian sumsum tulang,
serta perubahan kualitas hidup pasien. Pengobatan ditujukan pada pengurangan
masa limfositik sehingga membalikkan pansitopenia dan menghilangkan rasa tidak
nyaman yang disebabkan oleh pembesaran organ. Agen pengalkil, seperti
klorambusil, dan siklofosfamid aktif pada pengobatan LLK. Fludarabin,
antimetabolit purin diberikan 3-5 hari sebagai agen tunggal juga efektif
digabung dengan agen lain, seperti siklofosfamid jika psien menjadi refrakter(Catherine
M. Baldy, 2005).
2 komentar:
Terima kasih informasinya mas,sangat bermanfaat dan membantu sekali..
untuk referensi mungkin bisa coba buka situs ini http://www.tanyadok.com/artikel-konsultasi/eosinofil-tinggi-alergikah
You're welcome,, thankyou for visited my blog,, :) I'll make some new notes next time.. As soon as possible, :)
Posting Komentar