Sabtu, 14 Juli 2012

Keterlambatan Bicara Pada Anak


a.         Pengertian Bicara
Bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung (Pratiwi, 2008).
b.        Fisiologi Bicara
Terdapat dua hal yang terlibat dalam proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris yang  meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara. Di dalam otak terdapat tiga pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahasa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat (Pratiwi, 2008).
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi (Pratiwi, 2008).
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Dalam proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting (Pratiwi, 2008).
c.          Penyebab Keterlambatan Bicara
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya (Judarwanto, 2010).
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat (Judarwanto, 2010).
Terdapat 3 penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional (Judarwanto, 2010).

d.        Faktor Resiko
Bayi dengan beberapa faktor resiko harus lebih diwaspadai dan dilakukan deteksi dini lebih cermat. Faktor resiko yang harus diwaspadai adalah
·  Bayi prematur terutama dengan kompolikasi sepsis, poerdarahan otak dan komplikasi lainnya
·  Bayi berat badan lahir rendah
·  Bayi dengan riwayat sering muntah (GER, diserta riwayat alergi dan hipersensitifitas makanan.
·  Bayi saat paska kelahiran dirawat di NICU dengan kuning sangat tinggi, terapi tranfusi tukar, gangguan kejang, peradarahan otak, lahir tidak menangis (asfiksia), harus lebih diwaspadai beresiko mengalami gangguan keterlambatan bicara
·  Saudara mengalami gangguan pendengaran
·  Infeksi kehamilan TORCH pada ibu hamil
(Judarwanto, 2010).
e.         Keterlambatan bicara Fungsional
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan ini sering dialami oleh laki-laki dan sering tedapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita keterlambatan ini kemampuan bicara saat masuk usia sekolah normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
Keterlambatan bicara fungsional pada anak sering dialami penderita yang mengalami gangguan alergi terutama dermatitis atopi dan saluran cerna. Gangguan saluran cerna adalah gejala berulang seperti meteorismus, flatus, muntah, konstipasi, diare atau berak darah. Lidah tampak timbal geographic tounge, drooling (sialore) atau halitosis. Seringkali disertai gangguan tidur malam, dengan ditandai sering gelisah, bolak, balik, mengigau, tertawa, menangis dalam tidur, malam terbangun, brushing dan sebagainya (Judarwanto, 2010).
f.         Cara Membedakan berbagai keterlambatan bicara
Dengan memperhatikan fungsi reseptif, ekspresif, kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan pola keterlambatan perkembangan, dapat diperkirakan penyebab kesulitan berbicara (Judarwanto, 2010).
Dalam membedakan keterlambatan bicara merupakan fungsional atau nonfungsional harus memahami manifestasi klnis beberapa penyebab keterlambatan bicara. Untuk memastikan status keterlambatan fungsional harus dengan cermat menyingkirkan gejala keterlambatan nonfungsional. Gejala umum keterlambatan bicara nonfungsional adalah adanya gangguan bahasa reseptif, gangguan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor dan keterlambatan perkembangan. Dicurigai keterlambatan bicara nonfungsional bila disertai kelainan neurologis bawaan atau didapat seperti wajah dismorfik, perawakan pendek, mikrosefali, makrosefali, tumor otak, kelumpuhan umum, infeksi otak, gangguan anatomis telinga, gangguan mata, cerebral palsi dan gangguan neurologis lainnya.
Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat. Keterlambatan dikatakan berat bila bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu atau tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan, tidak bicara sampai usia 15 bulan atau tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bula
n (Judarwanto, 2010).



Tabel 1. Tampilan klinis keterlambatan bicara yang sering dikaitkan dengan keterlambatan bicara nonfungsional
 4 – 6 BULAN
  • Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
  • Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
 8 – 10 BULAN
  •  Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
  • Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
  • 9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
 12 – 15 BULAN
  •  12 bulan, belum menunjukkan mimik;
  • 12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
  • 12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
  • 15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”;
  • 15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
  • 15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
 18 – 24 BULAN
  •  18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang menarik perhatian;
  • 18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik
  • 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
  • 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
  • 24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
  • 24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
  • 24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
 30 – 36 BULAN
  •  30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
  • 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
 3 – 4 TAHUN
  •  3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya;
  • 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”;
  • 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap
 (Judarwanto, 2010).

Pertumbuhan dan Perkembangan Pada Anak


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan, tanggung jawab dan lain-lain.  Setiap anak memiliki garis pertumbuhan yang berbeda-beda, anak tersebut akan tumbuh mengikuti pola pertumbuhan normalnya. Demikian pula dengan perkembangan fungsi tubuh, setiap anak memiliki tahapan perkembangan  menuju ke fungsi  yang lebih baik (Hasan dan Alatas, 1985).
Ciri pertumbuhan adalah  dapat diukur secara kuantitatif, mengikuti perjalanan waktu dan dalam keadaan normal setiap anak memiliki jalur pertumbuhan tertentu. Sebuah organ yang tumbuh berarti organ itu akan menjadi besar, karena sel-sel dan jaringan diantara sel bertambah banyak. Selama pembiakan, sel berkembang menjadi sebuah alat (organ) dengan fungsi tertentu. Pada permulaannya, organ ini masih sederhana dan fungsinya belum sempurna. Lambat laun organ tersebut dengan fungsinya akan tumbuh dan berkembang menjadi organ yang matang, seperti yang diperlukan orang dewasa. Dengan demikian pertumbuhan, perkembangan dan kematangan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain (Hasan dan Alatas, 1985).
 Untuk perkembangan yang normal diperlukan pertumbuhan yang selalu bersamaan dengan kematangan fungsi. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum diperlukan berbagai faktor, misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronis menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit menular merupakan hal yang penting, di samping diperlukan bimbingan, pembinaan, perasaan aman dan kasih sayang dari ayah dan ibu yang hidup rukun, bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat (Hasan dan Alatas, 1985).
Sebelum bayi lahir terdapat pertumbuhan  yang cepat sekali, yaitu dari seorang makhluk yang terdiri hanya dari satu sel sampai terjadi seorang bayi yang setelah dilahirkan dapat hidup sendiri terpisah dari ibunya. Triwulan pertama masa embrio sangat penting, karena merupakan masa pembentukan organ dan beberapa organ telah mulai bekerja. Bila dalam masa ini pertumbuhan embrio dipengaruhi oleh obat, penyakit virus atau radiasi, maka akan terjadi perubahan pada organ yang sedang tumbuh tersebut yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan bawaan. Dalam triwulan berikutnya janin lebih tahan, beberapa organ telah selesai pertumbuhannya. Pada masa ini terutama terjadi perkembangan fungsi dan panjang janin juga bertambah. Akhir bulan keempat panjang janin 35 cm (kira-kira 70% dari panjang badan bayi baru lahir). Selama triwulan terakhir, berat badan bertambah dengan cepat sekali dan terutama terdapat penambahan jaringan lemak di bawah kulit (Hasan dan Alatas, 1985). 
Bayi lahir dengan berat rata-rata 3000 gram dan panjang badan 48 cm di Indonesia, sedangkan di negara maju berat badan rata-rata bayi baru lahir adalah 3300 gram dan panjang 50 cm. Pada bayi baru lahir besar kepala merupakan ¼ panjang badan, sedangkan anggota gerak kira-kira ¼ panjang badan. Besar kepala orang dewasa hanya 1/8 panjang badannya dan anggota geraknya ½ panjang badannya. Pada umur 2 tahun, umbilicus merupakan pusat badan, sedangkan pada orang dewasa pusat badan adalah simfisis. Berat fetus 90% terdiri dari air, sedangkan pada bayi baru lahir 70-80% dan pada orang dewasa 50%. Setelah bayi lahir, berat badan akan menurun karena kurangnya minum, kehilangan cairan tubuh melalui kencing, pernafasan kulit dan mekonium. Penurunan fisiologis ini dapat mencapai 10% dari berat badan waktu lahir. Sesudah 10-14 hari berat badan waktu lahir dapat dicapai kembali. Ciri khas dari anak ialah ia selalu berubah baik secara jasmaniah maupun secara fungsional (Hasan dan Alatas, 1985).

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakanhasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
a.         Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
1)   Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak memiliki faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.
 2)   Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
3)   Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun pertama
kehidupan dan masa remaja.
4)   Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada lakilaki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
5)   Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
6)   Kelainan kromosom.
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
b.         Faktor luar (eksternal).
Faktor Prenatal
1)   Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
2)   Mekanis
Faktor mekanis seperti posisi fetus yang abnormal dan oligohidramnion dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti clubfoot, mikrognatia dan kaki bengkok. Kelainan ini tidak terlalu berat karena mungkin terjadi pada masa kehidupan intrauterin akhir. Implantasi ovum yang salah, yang juga dianggap faktor mekanis dapat mengganggu gizi embrio dan berakibat gangguan pertumbuhan.
3)   Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin, Thalidomid dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti palatoskisis.
4)   Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia, kardiomegali, hiperplasia adrenal.
5)   Radiasi
Paparan radium dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan kongential mata, kelainan jantung.
6)   Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella, Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital. Rubela (German measles) dan mungkin pula infeksi virus atau bakteri lainnya yang diderita oleh ibu pada waktu hamil muda dapat mengakibatkan kelainan pada fetus seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan kongenital jantung. Lues kongenital merupakan contoh infeksi yang dapat menyerang fetus intrauterin sehingga terjadi gangguan pertumbuhan fisis dan mental. Toksoplasmosis pranatal dapat mengakibatkan makrosefali kongenital atau mikrosefali dan renitinitis.
7)   Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kern icterus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
8)   Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu.
9)   Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
     - Faktor Persalinan
       Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
     - Faktor Pascasalinan
1)   Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
2)   Penyakit kronis/ kelainan kongenital
Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
3)   Lingkungan fisis dan kimia.
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.
4)   Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
5)   Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.
6)   Sosio-ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
7)   Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
8)    Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain terhadap kegiatan anak.
9)   Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan (Tanjung, 2007)

Ikterus Neonatorum

 
A.    Bilirubin
Bilirubin merupakan zat warna yang dihasilkan oleh proses pemecahan heme (yang sebagian besar dari hemoglobin) dalam sel parenkim hati yang akan ditampung dalam kantong empedu untuk selanjutnya diekskresikan (dikeluarkan) untuk member warna pada feses dan urin.
B.     Metabolisme Bilirubin


C.     Ikterus Neonatorum
Iketerus adalah menguningnya sclera (selaput mata), kulit, dan mukosa akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh (IKA FK UI, 1985). Ikterus neronatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir hingga usia 2 bulan setelah lahir.
Penyebab ikterus secara umum
1.      Pembentukan bilirubin yang berlebihan (Ikterus Pra Hepatik)
Produksi bilirubin yang berlebihan ini diakibatkan karena adanya abnormalitas pada hemolisis sel darah merah (sehingga disebut juga ikterus hemolitik).
Kapasitas sel hepar mengadakan konjugasi terbatas, sehingga peningkatan produksi heme (dari pemecahan hemoglobin) sehingga bilirubin inderek tinggi. Terjadi akumulasi pembentukan bilirubin inderek, juga akan meningkatkan jumlah bilirubin direk secara progresif. Sehingga urobilinogen yang dihasilkan melebihi normal yang mengakibatkan peningkatan kandungan urobilinogen dalam feses tinggi.
Peningkatan produksi bilirubin dapat disebabkan oleh:
a.       Kelainan sel darah merah (sferosit herditer, inkompabilitas Rh, HbS pada anemia sel sabit)
b.      Infeksi malaria, sepsis, dll
c.      Toksin dari luar tubuh (obat-obatan) dan dari dalam tubuh (transfuse, eritroblastosis fetalis)
2.       Gangguan konjugasi bilirubin (Ikterus Hepatoseluler)
Ikterus pada kasus ini terjadi karena adanya kelainan konjugasi pada sel hati sehingga jumlah bilirubin inderek tinggi. Beberapa penyakit akibat gangguan pada konjugasi bilirubin yaitu
a.       Ikterus Fisiologis Neonatus
-        Manifestasi klinis: terjadi hiperbilirubinemia ringan (<12,9 mg/100ml).
-        Onset: 2-3 hari setelah bayi lahir.
-  Penyebab: imaturitas enzim glukoronil transferase atau aktifitas enzim  glukoronidase pada neonatus masih tinggi.
-         Akibat: akumulasi bilirubin inderek atau peningkatan siklus enterohepatik.
b.      Kernikterus
-        Manifestasi klinis: Bilirubin inderek mencapai >20mg/dl
-       Penyebab: Suatu peningkatan hemolitik sel darah merah  (seperti eritroblastosis  fetalis) juga terdapata defisiensi glukoronil transferase.
-  Akibat: Penimbunan bilirubin inderek pada ganglia basalis sehingga dapat menyebabkan defek neurologis bahkan kematian.
c.       Gangguan herediter
Seperti pada
-        Sindrom Gilbert
Suatu penyakit familial ringan yg dicirikan dengan ikterus dan hiperbilirubinemia inderek ringan (2-5mg/dl) yang kronis
-        Sindrom Crigler-Najjar I,
Terdapat gen resesif, tidak adanya glukoronil transferase sejak lahir sehingga tidak terjadi konjugasi bilirubin. Bilirubin inderek mencapai 20mg/dl.
-        Sindrom Crigler-Najjar II
Terjadinya lebih ringan daripada Tipe I. Diwariskan sebagai gen dominan defisiensi sebagian glukoronil transferase.
3.      Penurunan Ekskresi Bilirubin Terkonjugasi (Ikterus Pasca Hepatik)
Penurunan ekskresi ini bisa disebabkan karena kelainan fungsional seperti pada kelainan konjugasi bilirubin dan kelainan obstruktif pada saluran ekskresi bilirubin. Kelainan obstruktif berupa adanya bendungan pada saluran empedu sehingga terjadi peningkatan akumulasi bilirubin direk. Hal tersebut mengakibatkan regurgitasi ke sel hati kemudian ke peredaran darah. Dalam peredaran darah bilirubin diekskresikan ke ginjal sehingga kadarnya dalam urin meningkat. Sedangkan dalam usus, urobilinogen berkurang sehingga feses berwarna pucat (dempul).
            Penyumbatan saluran empedu (kolestasis) ada 2 jenis:
a.       Intrahepatik          : Terjadi sel hati dan duktus koledokus
b.      Ekstrahepatik        : Terjadi dalam duktus koledokus
(IKA FK UI, 1985 dan Patofisiologi Sylvia Ed 6, 2005)

Penyebab Ikterus Pada Neonatus
1.      0-24 jam setelah lahir
a.       Inkompabilitas darah Rh, ABO, dll
b.      Infeksi intrauterine (karena virus TORCH, kadang bakteri)
c.       Kadang defisiensi G6PD
2.      24-72 jam setelah lahir
a.       Fisiologis
b.      Inkompabilitas darah Rh, ABO
c.       Defisiensi G6PD
d.      Polisitemia
e.       Hemolisis perdarahan tertutup
f.       Hipoksia, Asidosis
3.      >72 Jam – Akhir minggu pertama
a.       Infeksi
b.      Dehidrasi asidosis
c.       Defisiensi enzim G6PD
d.      Pengaruh obat
e.       Sindrom Criggler-Najjar, Sindrom Gilbert
4.      Akhir minggu pertama
a.       Obstruksi
b.      Hipotiroidisme
c.       Infeksi
d.      Neonatal Hepatitis
e.       Galaktosemia (setelah pemberian ASI)

Penanganan
1.      Penanganan sendiri di rumah
a.     Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
b.   Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan
2.      Terapi medis
Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi 50 Tahun Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU -5- lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata.
Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy).
Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar.
(Ragam Pediatrik Final Bab 1 IKA FK USU, Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K))

Pencegahan
Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah. Cara terbaik untuk menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan memberi bayi cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI.
(Ragam Pediatrik Final Bab 1 IKA FK USU, Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K))