Senin, 05 Agustus 2013

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 2



D. Penegakan Diagnosis

Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit. 
Anamnesis pada pasien dimulai dari penemuan faktor resiko dan gejala yang muncul pada pasien. Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polusi tempat kerja (PDPI, 2003). Gejala klinis yang dapat ditemui pada pasien PPOK antara lain batuk kronis, batuk berdahak, dan juga sesak nafas. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan (GOLD, 2009).
Pemeriksaan fisik pada PPOK  dimulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi (PDPI, 2003). Laboratorium darah rutin yang sebaiknya diperiksa pada penderita PPOK adalah Haemoglobin, Hematocrit, dan Leukosit (PDPI, 2003). 
Pemeriksaan penunjang pada PPOK antara lain Spirometri, Radiologi, Laboraturium darah rutin, Analisa Gas Darah, dan Mikrobiologi sputum. Pada spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP), obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% (PDPI, 2003).
          Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).
             
E. Penatalaksanaan PPOK
         Penatalaksanaan pasien PPOK meliputi edukasi; obat-obatan yang meliputi bronkodilator, antibiotik, antiinflamasi, antioksidan, mukolitik, antitusif; terapi oksigen; ventilasi mekanis; nutrisi; dan rehabilitasi.

F. Komplikasi PPOK

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2003).

Daftar Pustaka 

Chojnowski, D., 2003. “GOLD” Standards for Acute Exacerbation in COPD. The Nurse Practitioner. EBSCO Publishing 28 (5): 26-36.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Barcelona: Medical Communications Resources. Available from: http://www.goldcopd.org
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Available from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC, 410-460.
Suradi. 2009. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Tinjauan Patogenesis, Klinis dan Sosial. Pidato Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Available from: http://www.uns.ac.id/2009/penelitian.php?act=det&idA=263

0 komentar:

Posting Komentar